KOMPAS.com - Masa kehamilan membuat para wanita rentan tertular berbagai penyakit dan infeksi.
Beberapa infeksi yang terjadi selama kehamilan bisa berisiko fatal bagi kesehatan sang ibu. Bahkan, janin dalam kandungan pun juga bisa mengalami berbagai komplikasi kesehatan karena infeksi yang dialami sang ibu.
Hal ini membuat mereka harus ekstra hati-hati terhadap kesehatan diri dan janin yang dikandungnya.
Baca juga: Makan Prasmanan atau Nasi Boks, Mana yang Lebih Aman Cegah Penularan Virus?
Lalu, apa yang membuat para wanita rentan mengalami infeksi dan jatuh sakit selama masa kehamilan?
Melansir Healthline, ada dua faktor yang membuat ibu hamil rentan mengalami infeksi dan jatuh sakit, yakni adanya perubahan daya tahan tubuh dan hormon.
Sistem kekebalan tubuh wanita berubah-ubah agar embrio berhasil ditanamkan dalam janin dan berkembang dengan baik.
Kondisi ini berlangsung selama 12 minggu pertama kehamilan untuk agar embrio benar-benar tertanam dengan baik dalam rahim.
Selama 15 minggu berikutnya, sistem kekebalan tubuh wanita mengalami penekanan agar sel janin tumbuh dan berkembang.
Beberapa sel janin ini memiliki antigen dari ayah yang akan beresiko diserang jika sistem kekebalan tubuh sang ibu terlalu aktif.
Sistem imunitas sang ibu kembali tinggi ketika mendekati masa persalinan untuk membentuk kontraksi.
Menurut James Betoni, spesialis Spesialis Obstetri dan Ginekologi, perubahan sistem kekebalan tubuh dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi virus, bakteri, dan parasit tertentu.
"Ibu yang sakit saat masa kehamilan tidak akan membuat janin ikut sakit. Namun, beberapa infeksi bisa menulat ke bayi melalui plasenta atau selama proses persalinan," ucap Betoni, dilansir dari laman Family Education.
Selain perubahan fungsi kekebalan tubuh, perubahan hormon juga dapat meningkatkan risiko infeksi. Fluktuasi kadar hormon ini sering memengaruhi saluran kemih, yang terdiri dari:
Baca juga: Riset Buktikan Meditasi Mindfulness Dapat Tingkatkan Daya Tahan Tubuh
Rahim yang mengembang selama masa kehamilan akan membuat ureter mengalami tekanan. Sementara itu, tubuh meningkatkan produksi hormon yang disebut progesteron untuk melemaskan otot ureter dan kandung kemih.
Akibatnya, urin tertinggal di kandung kemih terlalu lama dan meningkatkan risiko infeksi saluran kemih.