KOMPAS.com – Rokok elektrik yang baru tren di kalangan anak muda sekarang ternyata pernah ada sejak 57 tahun yang lalu.
Komnas Pengendian Tembakau mencatat awal mula rokok elektrik atau rokok elektronik bisa dilacak dari Herbert A. Gilbert yang pada 1963 membuat paten “a smokeless non-tobacco cigarette”.
Kemudian, perusahan farmasi Hon Lik dari China dketahui pernah membuat rokok elektrik pada 2003.
Baca juga: Benarkah Rokok Elektrik Tak Berbahaya bagi Perokok Pasif?
Produk mereka dipatenkan pada 2004 dan menyebar ke seluruh dunia dengan bebagai merek.
Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi, mengungkapkan rokok elektrik awalnya digunakan sebagai alat bantu berhenti merokok, namun saat ini sudah tidak direkomendasikan lagi oleh Organsiasi Kesehatan Dunia (WHO) maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA).
Pasalnya, rokok elektrik sekarang cenderung dimanfaatkan bukan untuk berhenti merokok lagi.
WHO pada saat konferensi WHO Framework Convention on Tobacco Control pada 2014, menyatakan bahwa tidak ada cukup bukti untuk menyatakan rokok elektronik dapat membantu seseorang untuk berhenti merokok.
Rokok elektrik melainkan tidak konsisten dalam meningkatkan keberhasilan berhenti merokok.
Penggunaan rokok elektrik yang ada malah bisa menyebabkan kecanduan karena kandungan nikotinnya.
Nina menyatakan sekarang nikotin adalah “isi wajib” pada rokok elektrik karena nikotin adalah jualan utamanya. Tujuan pemberian nikotin itu tidak lain untuk membuat konsumen ketagihan.
“Rokok elektrik sama sekali bukan alat untuk membantu berhenti merokok dan sama sekali tidak harmless atau kurang berbahaya,” jelas Nina belum lama ini.
Menurut Nina, setidaknya ada tiga jenis rokok elektrik yang saat ini telah beredar di pasaran.
Berikut jenis-jenisnya:
Nina menjelaskan, apapun jenisnya, semua rokok elektrik punya komponen dasar yang sama, yakni terdiri dari tiga bagian berupa:
Baca juga: 5 Bahaya Nikotin dalam Rokok Elektrik
Nina juga menerangkan soal komponen dasar yang terkandung di dalam cairan rokok elektrik atau bisa disebut sebagai e-liquid.
Setidaknya ada 4 bahan dasar, yakni:
Menurut dia, gliserin nabati dan propilen glikol adalah dua bahan dasar yang berperan sebagai pembawa atau pengunci nikotin dan rasa dalam suspense sehingga para pengguna rokok elektrik dapat menghasilkan asap tebal saat menghembuskan napas.
Keduanya dianggap tidak beracun ketika dikirim secara oral, tetap uap rokok elektrik atau aerosol terhirup sehingga berisiko pada saluran pernapasan.
Tepatnya, glikol dan gliserin dapat menyebabkan iritasi saluran napas dan paru.
Beberapa risiko penyakit yang menyertai, di antaranya:
Melansir Kompas.com (23/3/2020), Dokter Spesialis Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Dr. dr. Yusup Subagio Sutanto, Sp.P (K), FISR, menyebut beberapa penelitian telah menggkapkan bahwa rata-rata rokok elektrik sekarang mengandung pula zat-zat berbahaya bagi kesehatan yang dapat menyebabkan kematian.
Baca juga: Dokter: Rokok Elektrik Bisa Lebih Berbahaya Ketimbang Rokok Tembakau
"Untuk penggunaan rokok elektrik sebaiknya setop, jangan dipakai lagi, efek jeleknya sama saja dengan rokok kretek atau rokok filter," jelas Yusup saat diwawancara Kompas.com, Minggu (22/3/2020).
Bahkan, kata dia, beberapa riset telah mengungkap rokok elektrik lebih berbahaya ketimbang rokok konvensional.
"Rokok elektrik juga merupakan pemicu kanker, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan penyakit jantung," kata Yusup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.