Apabila pada masa itu tidak ada hubungan seksual yang menyebabkan pembuahan, maka lapisan rahim yang sudah siap tadi menjadi “kecewa”, dan luruh menjadi darah haid.
Pergeseran keberadaan hormon dari estrogen menjadi progesterone inilah yang menjadi penyebab dari beberapa gejala PMS.
Pertama, para ahli percaya bahwa perubahan kadar progesterone dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan mood, perilaku, dan fisik pada wanita pada fase luteal.
Progesteron berinteraksi dengan bagian tertentu otak yang terkait dengan relaksasi.
Studi yang lebih baru menyatakan bahwa ada perubahan hormon dan neurotransmitter yang mungkin juga bisa menjadi penyebabnya.
Misalnya saja, pada tubuh setiap orang ada hormon tertentu di sistem saraf pusat yang disebut endorfin.
Baca juga: 17 Cara Menghilangkan Jerawat Secara Alami
Endorfin adalah hormon yang dapat menyebabkan perasaan senang, happy mood, dan sekaligus membuat orang kurang sensitif terhadap nyeri (obat seperti heroin dan morfin bereaksi seperti endorfin).
Hormon endorfin dapat turun kadarnya pada luteal dalam siklus haid.
Maka dari itu, pada fase luteal ini kadang wanita merasa kurang happy dan timbul nyeri, seperti nyeri haid maupun sakit kepala.
Sementara itu, beberapa wanita dengan PMS juga bisa mengalami penambahan berat badan atau sedikit membengkak.
Hal ini karena terjadi penahanan air di dalam tubuh.
Perubahan hormon selama haid dapat memengaruhi kerja ginjal yang mengatur keseimbangan air dan garam di dalam tubuh.
Kelebihan air di dalam tubuh ini kadang juga bisa menyebabkan gejala PMS, terutama berat badan bertambah, sehingga meningkatkan persepsi negatif dan memperburuk kondisi emosi pada wanita.
Baca juga: 11 Cara Menghilangkan Komedo Secara Alami
Sikluas hormonal juga dapat memengaruhi kadar serotonin, suatu senyawa di otak yang mengatur banyak fungsi, termasuk mood dan sensitivitas terhadap nyeri.
Jika dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami PMS, wanita dengan PMS memiliki kadar serotonin otak lebih rendah pada fase luteal.
Sementara, rendahnya kadar serotonin dikaitkan dengan kondisi depresi.
Teori lain mencoba menjelaskan PMS dapat melibatkan prostaglandin, suatu senyawa kimia tubuh yang merupakan mediator inflamasi atau radang.
Prostaglandin dihasilkan di area-area di mana terjadi PMS, seperti payudara, otak, saluran reproduksi, ginjal, hingga saluran cerna.
Prostaglandin diduga berkontribusi terhadap gejala-gejala PMS seperti kram, payudara sakit, diare, termasuk konstipasi atau sembelit.
Ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi atau mengatasi PMS.
Berikut beberapa di antaranya: