Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Keliru, Ini Beda Kejang dan Epilepsi

Kompas.com - 16/09/2020, 17:03 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com – Kejang dan epilepsi sama-sama disebabkan oleh gangguan pada saraf otak.

Tapi tetap saja, kejang bukan berarti epilepsi, melainkan konsekuensi dari adanya epilepsi atau gejalanya.

Sederhananya, epilepsi adalah suatu penyakit, sedangkan kejang hanyalah sebagai suatu gejala.

Baca juga: Alasan Tak Boleh Buru-buru Minum Obat Penurun Panas Saat Demam

Namun, jika seseorang mengalami kejang, bukan berarti penyebab utamanya pasti adalah epilepsi.

Misalnya saja, seseorang yang menderita cedera kepala mungkin saja akan mengalami beberapa kejang.

Dalam kasus ini, penderita tidak didiagnosis sebagai epilepsi dan dapat hidup dengan normal setelahnya.

Untuk memastikan penyebab kejang bukan epilepsi, penting untuk melakukan evaluasi secara keseluruhan pada mereka yang mengalami kejang.

Beda kejang dan epilepsi

Melansir Mayo Clinic, kejang adalah gejala klinis yang lebih banyak terjadi pada anak, baik disertai dengan demam ataupun tanpa demam.

Kejang timbul sebagai ketidaknormalan bangkitan listrik otak yang disertai perubahan fungsi otak.

Gejala kejang dapat berupa penurunan kesadaran maupun suatu konvulsi.

Baca juga: 8 Gejala Demam pada Anak yang Perlu Ditangani Dokter

Konvulsi adalah kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi konstraksi dan peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak terkendali.

Kejang dapat diklasifikasikan menurut gejala yang timbul dan bagian otak yang terpengaruh.

Kejang antara lain dapat terjadi akibat:

  • Adanya kelainan medis
  • Rendahnya kadar gula darah
  • Infeksi
  • Cedera kepala
  • Keracunan
  • Efek samping obat-obatan tertentu
  • Tumor otak atau kelainan saraf lainnya

Kurangnya oksigen ke otak juga bisa menyebabkan kejang.

Sementara itu, pada beberapa kasus, penyebab kejang bisa jadi tidak diketahui.

Kejang yang terjadi berulang tanpa disertai demam barulah mungkin merupakan suatu indikasi akan adanya suatu kondisi kronik yang disebut epilepsi.

Baca juga: Epilepsi: Gejala, Jenis, Penyebab, dan Cara Menangani

Sementara itu, epilepsi adalah kejang berulang secara spontan.

Melansir Medical News Today, penyebab epilepsi berasal dari otak atau bukan disebabkan sekunder oleh penyakit sistemik.

Secara neurofisiologi klinik, pada kasus epilepsi dijumpai adanya letupan listrik sekelompok sel otak disertai perubahan fungsi sel tersebut.

Tidak mudah untuk mengidentifikasi epilepsi pada kejang yang pertama kali.

Sebagian besar dari penderita epilepi pun dilaporkan belum dapat diidentifikasi penyebabnya.

Untuk identifikasinya, diperlukan evaluasi secara klinis, dan terkadang diperlukan bantuan alat electroencephalography (EEG), magnetic resonance imaging (MRI), dan CT-scan.

Hal-hal yang telah diidentifikasi sebagai penyebab epilepsi atau ayan antara lain, yakni:

  • Kerusakan otak akibat cedera kepala
  • Kerusakan otak dari infeksi, peradangan, atau tumor
  • Gangguan sistem otak akibat keracunan timah hitam
  • Gangguan sistem otak akibat kelainan genetik seperti tubersklerosis
  • Kekurangan oksigen dari hampir tenggelam atau kelahiran yang bermasalah
  • Penyakit yang menyebabkan kekurangan oksigen ke otak

Jadi, epilepsi adalah penyakit yang kronik, sedangkan kejang dapat terjadi hanya sekali atau lebih tergantung dengan kejadian yang menyebabkannya.

Baca juga: 7 Penyakit dengan Gejala Demam Disertai Bintik Merah Selain Campak

Karena epilepsi adalah panyakit yang kronik, penderitanya harus diberi pengobatan rutin sampai dengan 2 tahun bebas kejang.

Pada kasus epilepsi pada anak, sebagian besarnya dilaporkan dapat disembuhkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau