Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukti Sinergi dan Kolaborasi Jadi Kunci Atasi Stunting

Kompas.com - 30/03/2021, 22:05 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Di mana, proses pendistribusian TTD kepada para remaja putri dari puskesmas-puskemas sekarang dibantu oleh pihak sekolah.

“Pemberian TTD kepada remaja sebenarnya sudah lama. Tapi sejak ada pertemuan dengan seluruh kepala SD, SMP, dan SMA pada 2019 dalam program Gema Sobat (Gerakan Anak dan Remaja Solo Sehat), kami berkomitmen bahwa remaja putri di Solo mulai kelas 6 SD harus mendapatkan tablet Fe seminggu sekali,” jelas Ida.

Selain pemberian PMT dan suplemen tambah darah, DKK juga telah mendorong setiap ibu hamil untuk dapat melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, minimal empat kali selama kehamilan.

Ida menuturkan, sejak 2016, Pemkot telah menggratiskan biaya pemeriksaan kehamilan bagi warga Solo. Pembebasan biaya pelayanan kesehatan ini juga berlaku untuk pemeriksaan laboratorium bagi ibu hamil.

“Pemeriksaan laboratorium bisa dua kali selama kehamilan di trimester 1 dan 2, sehingga kami bisa tahu kondisi ibu hamil sejak dini, apakah mengalami anemia atau tidak, maupun untuk kondisi lainnya,” tutur Ida.

Selain untuk ibu hamil, DKK juga menyediakan anggaran untuk pemberian makan tambahan kepada balita kurang gizi. PMT biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan puskesmas bekerja sama dengan kader kesehatan.

“Selama Pandemi Covid-19 ini, PMT untuk ibu hamil dengan KEK dan balita kurang gizi masih dilakukan. Sistemnya, petugas dan kader kesehatan kebanyakan door-to-door ke rumah warga sekaligus melakukan pemantauan kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak,” jelas Ida.

Dalam kesempatan bertemu dengan warga tersebut, petugas dan kader kesehatan tidak ketinggalan telah diingatkan untuk tetap bisa memberikan sosisalisasi kesehatan kepada ibu hamil maupun keluarganya.

Baca juga: 3 Jenis Rokok Elektrik dan Bahayanya bagi Saluran Pernapasan

Dalam upaya pencegahan stunting, DKK mendorong ibu hamil dapat melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) segera setelah melahirkan serta mengupayakan bayi mendapatkan kolostrum, yakni air susu ibu (ASI) yang pertama keluar.

Para ibu juga diharapkan dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia 6 bulan, para orang tua bisa memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) secara bertahap dengan tetap diberi ASI.

“Dalam upaya mendidik masyarakat ini, kami melihat banyak pihak sudah ikut berperan, termasuk swasta. Beberapa perusahaan kami lihat ada inisiatif edukasi ke karyawan. Peran RS swasta di Solo untuk IMD dan ASI ekskulsif juga bisa kami andalkan,” kata Ida.

DKK: intervensi kesehatan pengaruhnya hanya 20 persen dalam pengendalian stunting

Ida mengungkapkan, berdasarkan analisis, intervensi gizi spesifik atau oleh kesehatan sebenarnya hanya berkontribusi sebanyak 20 persen dalam keberhasilan mencegah terjadinya stunting dan gizi buruk di Kota Solo.

Di mana, intervensi sensitif yang tidak berkaitan langsung dengan sasaran stunting malah punya kontribusi dominan sampai 80 persen.

Menurut dia, hal ini sudah disadari oleh segenap OPD di lingkungan Pemkot Solo, sehingga isu stunting telah menjadi perhatian bersama.

“Yang 80 persen ini bersifat sensitif atau justru di luar kesehatan. Inilah yang harus dipahami bersama-sama,” kata Ida.

Sebagai contoh, beberapa OPD lain telah maksimal mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan program peningkatan kemampun pendapatan warga atau orang tua kurang mampu.

Ida mengatakan, program seperti ini penting karena kasus anak stunting di Solo kebanyakan datang dari keluarga miskin.

DKK mungkin bisa saja memberikan makanan tambahan kepada anak-anak dari keluarga miskin guna mendukung asupan gizi keluarga. Tapi, DKK rasanya kesulitan jika harus melakukan PMT terus-menerus seumur hidup anak.

“Apakah bisa seumur hidup anak ini akan mengandalkan PMT? Kan enggak. Jadi keluarga diharapkan bisa berdaya,” kata Ida.

Dia mencontohkan beberapa program lain di luar DKK yang sangat berperan dalam keberhasilan penanganan stunting di Solo, seperti ketahanan pangan keluarga oleh DispertanKPP, pusat pembelajaran anak dan keluarga (Puspaga) dari DP3APM, promosi KB oleh DPPKB, hingga penyediaan air bersih dan sanitasi yang baik oleh DPU, DisperumKPP, maupun Perumda Air Minum (PDAM) Toya Wening.

“Pada 2019, Kota Solo sendiri sudah declare untuk bebas BABS (buang air besar sembarangan), karena kondisi sanitasi lingkugan juga mendukung pencegahan stunting,” jelas Ida.

Baca juga: 5 Cara Mencegah Stunting pada Anak

Sasar remaja dan calon pengantin

Kepala Dinas Pengendalian Pendudukan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Solo, Purwanti, menyadari penanganan stunting memang tidak bisa dilakukan hanya dari sektor kesehatan.

Semua pihak harus turun tangan dalam upaya menyiapkan Generasi Emas Indonesia di masa depan ini.

DPPKB sendiri terlibat dalam upaya penanganan stunting dengan pendekatan keluarga.

Sama dengan DKK, DPPKB juga turut menyasar kalangan remaja untuk mencegah stunting. DPPKB punya program kampanye Triad KRR.

Triad KRR adalah tiga ancaman dasar yang dihadapi oleh remaja mengenai kesehatan reporoduksi, yaitu seks bebas, pernikahan dini, dan napza (narkoba, psikotropika, dan zat adiktif lainnya).

“Jadi di Solo kami garap dari remaja. Kami mengampanyakan Triad KRR, jangan sampai remaja melakukan seks bebas, pernikahan usia anak, dan mengonsumsi napza,” jelas Purwanti kepada Kompas.com.

Menurut dia, Triad KRR dapat memengaruhi status kesehatan calon orang tua, sehingga menyebabkan kejadian stunting pada anak.

Misalnya, pernikahan dini bisa menempatkan perempuan pada ketidaksiapan akan pengetahuan mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar.

Hubungan lain antara stunting dan pernikahan dini adalah para remaja putri cenderung masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun.

Apabila mereka sudah menikah pada usia remaja, misalnya 15 atau 16 tahun, maka tubuh ibu bisa berebut gizi dengan bayi yang dikandungnya.

“Jika nutrisi si ibu tidak mencukupi selama kehamilan, bayi pun bisa lahir dengan berat badan lahir rendah dan berisiko terkena stunting,” jelas Purwanti.

Dalam melakukan kampanye Triad KRR, DPPKB melibatkan Duta Generasi Berencana (Genre) dan anggota Forum Genre Kota Solo.

Duta Genre adalah remaja atau anak muda dari jalur pendidikan dan masyarakat yang terpilih dalam ajang Pemilihan Duta Genre tahunan. Sedangkan anggota Forum Genre merupakan para remaja atau anak muda mantan Duta Genre.

“Selain mengampanyekan Triad KRR, Duta Genre bisa bicara soal pembangunan keluarga untuk menyiapkan generasi emas,” kata dia.

Selain menyasar remaja, BPPKB juga menyasar calon pengantin dalam upaya mencegah maupun meredam stunting di Solo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com