KOMPAS.com- Badai sitokin seringkali disebut sebagai penyebab kematian banyak orang selama pandemi Covid-19 ini.
Sebenarnya, badai sitokin ini bukanlah nama sebuah penyakit.
Badai sitokin merupakan sindrom yang mengacu pada sekelompok gejalamedis di mana sistem kekebalam tubuh mengalami terlalu banyak peradangan.
Akibatnya, organ gagal berfungsi dan memicu kematian.
Baca juga: Thalasemia: Gejala, Penyebab, hingga Metode Pengobatan
Badai sitokin juga tak hanya terjadi pada pasien yang mengalami Covid-19.
Sindrom ini juga bisa dialami oleh penderita autoimun seperti artritis juvenile.
Badai sitokin juga bisa terjadi selama beberapa jenis pengobatan kanker.
Biasanya, kondisi ini dipicu oleh infeksi seperti influensa.
Penelitian terhadap pasien influenza H1N1 juga menemukan 81 persen mereka yang meninggal mengalami gejala badai sitokin.
Merangkum hasil penelitian ahli virolohi dan imunologi dari Georgia State University di Atlanta, MUkesh Kumar, badai sitokin dipicu oleh infeksi virus dalam tubuh.
Virus menggandakan dirinya dengan sangat cepat setelah menginfeksi sel. Setelah itu, sel mulai mengirim sinyal bahaya.
Ketika setiap sel merasakan bahwa ada sesuatu yang buruk terjadi, sel akan langsung meresponnya dengan membunuh dirinya sendiri.
"Ini adalah mekanisme perlindungan sehingga tidak menyebar ke sel lain," ucap Khumar.
Jika ada banyak sel yang melakukan hal ini pada saat bersamaan, banyak jaringan yang bisa mati.
Pada pasien Covid-19, jaringan tersebut sebagian besar berada di paru-paru.
Saat jaringan rusak, dinding kantung udara kecil paru-paru menjadi bocor dan berisi cairan.
Kondisi ini bisa menyebabkan pneumonia dan darah kekurangan oksigen.
Baca juga: Sindrom Guillain-Barre: Gejala, Penyebab, dan Komplikasi
Ketika paru-paru rusak parah, sindrom gangguan pernapasan akan terjadi. Kemudian organ lain mulai gagal berfungsi.
Menurut Kumar, jumlah sitokin yang diproduksi oleh sel sebagai respons terhadap infeksi Covid-19 sekitar 50 kali lebih tinggi daripada infeksi virus Zika atau West Nile.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.