KOMPAS.com - Pandemi telah menyebabkan banyak orang merasakan gejala kesepian dan depresi.
Berdasarkan riset dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, 47 persen responden
mahasiswa mengaku mengalami gejala depresi.
Menunjukan hal serupa, media sosial juga diramaikan dengan keluhan dari berbagai pekerja kantoran akan burn out karena metode WFH.
Hal ini wajar terjadi karena pandemi telah menyebabkan mobilitas masyarakat menjadi terbatas.
Semuaaktiivtas kini dialihkan secara virtual. Tak ayal, hal tersebut turut berpotensi mengurangi hangatnya interaksi antar manusia.
Apalagi untuk mereka yang tinggal sendirian seperti di apartemen atau kamar kos.
Meskipun gejala khas depresi, seperti kesedihan atau keputusasaan, mudah dikenali, ada gejala yang mungkin kurang terlihat.
Pikiran “Aku harus apa?” dan “Apa yang bisa kulakukan?” rawan menghantui sehingga menambah beban pikiran.
Baca juga: Waspadai, Gangguan Tiroid Bisa Memicu Depresi
Menurut data Startup konseling online dan kesehatan mental terdepan di Indonesia, Riliv, kebahagiaan bisa dimulai dari diri sendiri.
“Setiap manusia memiliki kapabilitas untuk menciptakan kebahagiaan.” ujar Audrey Maximillian Herli, CEO Riliv, dalam sebuah siaran pers yang dibagikan pada Rabu (2/6).
Mungkin awalnya terasa sulit karena kita sudah menemukan pola bahagia yang dulu dibantu oleh kehadiran orang lain.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.