KOMPAS.com – Banyak orang mungkin masih tidak menyangka pandemi Covid-19 bakal terjadi lebih dari dua tahun sampai sekarang ini.
Pandemi bahkan belum juga dinyatakan berakhir meski jumlah kasus Covid-19 dilaporkan telah mengalami penurunan.
Ketidakpastian akan berakhirnya pandemi ini pun pada akhirnya bisa membuat lebih banyak orang merasakan kelelahan.
Baca juga: 11 Tata Cara Melakukan Isolasi Mandiri di Rumah bagi Pasien Covid-19
Orang-orang kemudian memilih bersikap pasrah atau masa bodoh dengan anjuran penerapan protokol kesehatan (prokes) demi mencegah penularan virus corona.
Ratih Ibrahim, MM., Psikolog Klinis menjelaskan seseorang yang mengalami kehilangan motivasi untuk mengikuti saran protokol kesehatan akibat pandemi berkepanjangan dapat dikatakan mengidap pandemic fatigue.
Dia menilai lumrah banyak orang merasakan pandemic fatigue ini.
Orang dalam level fatigue biasanya sudah merasa sangat lelah dan tidak memiliki lagi solisi atau pemecahan yang bisa dilakukan.
Mereka kemudian bisa jadi tidak lagi peduli terhadap risiko yang terjadi di masa depan.
Misalnya, penderita pandemic fatigue tidak mau lagi menggunakan masker dan sering mencuci tangan saat keluar rumah, serta tidak peduli dengan saran physical distancing.
“Merasa lelah akibat pandemi adalah wajar karena ini barang baru, kita tidak biasa, kita harus menyesuaikan diri. Sementara, ini (pandemi) kok tidak selesai-selesai?,” jelas Ratih saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (11/10/2020).
Baca juga: 5 Manfaat Meditasi Pernapasan, Cocok untuk Usir Stres Dikala Pandemi
Dia menjelaskan beberapa ciri atau gejala lain yang bisa ditunjukkan seseorang saat mengalami pandemic fatigue.
Ini mungkin termasuk:
Ratih mengajak masyarakat untuk tidak boleh begitu saja menyerah saat mengalami pandemic fatigue.
Setidaknya berikut ini adalah beberapa saran yang bisa dilakukan masyarakat saat dihampiri pandemic fatigue:
1. Betuk pola pikir yang positif
Ratih menyampaikan, pengaturan pola pikir memiliki pengaruh besar dalam manajemen stres, termasuk di tengah pandemi.
Baca juga: 8 Makanan untuk Meningkatkan Hormon Serotonin, Bikin Mood Lebih baik
Menurut dia, masyarakat perlu menyadari bahwa pada suatu waktu diri mereka mungkin saja tak bisa berbuat banyak untuk mengubah sesuatu yang dihadapi.
Dalam kasus seperti ini, Ratih menyarankan masyarakat untuk dapat mengatur reaksi diri.
“Jadi, kalau reaksi kita pesimis, jadilah pandemi terasa semakin susah untuk dihadapi. Kalau reaksi kita pandemi ini bikin cemas, jadilah itu cemas,” jelas CEO & Founder Personal Growth itu.
Ratih mengingatkan masyarakat bahwa manusia telah diberikan akal budi oleh Tuhan. Artinya, sesulit apa pun masalah yang dihadapi, manusia telah diberi kemampuan untuk bisa beradaptasi.
“Memang ada orang yang adaptasinya cepat dan ada yang lebih lama. Tapi kan itu adaptasi juga. Kita kan bisa melihat, apa pun (masalahnya) pasti ada pola yang bisa dipelajari,” ucap psikolog yang juga menjabat sebagai salah satu Pengurus Pusat Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia itu.
Menurut Ratih, pandemi Covid-19 juga memiliki pola yang bisa dipelajari untuk menjadi dasar dalam melakukan adaptasi.
“Mungkin bukan virusnya. Virusnya akan menjadi bagian hidup kita sehari-hari. Artinya, kita mesti berdamai juga dengan situasi itu. Yang bisa kita lakukan ya terus memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak,” kata dia.
Baca juga: Berapa Tinggi Demam yang Jadi Gejala Virus Corona? Ini Kata Dokter
Ratih mengajak masyarakat untuk dapat menerima persoalan yang terjadi di tengah pandemi.
Menurut dia, tidak akan menyelesaikan masalah jika pandemi terus-terusan disikapi dengan emosi atau pikiran sempit.
Ratih menyampaikan dalam menghadapi pandemic fatigue, ada tiga prinsip yang bisa dipegang masyarakat.
Pertama, sadar diri, yakni memahami sejauh mana bisa mengenal diri sendiri. Kedua, fokus pada yang dimiliki, bukan pada apa yang tidak dimiliki. Ketiga fokus pada apa yang bisa dilakukan.
“Ya sudah lebih baik situasi yang terjadi kini diterima atau dihadapi saja, ikhlas saja. Kalau diterimanya sambil marah, grundel, memangnya bisa jadi lebih bagus? Kan enggak juga. Lebih berat, iya,” beber Ratih.
Baca juga: Ini 11 Efek Buruk dari Suka Marah Selain Bikin Darah Tinggi
2. Seimbangkan waktu bekerja dan kehidupan pribadi
Sejak pandemi melanda, tatanan hidup masyarakat sangat mungkin berubah secara drastis.
Misalnya, dari yang tadinya harus bekerja di kantor, sebagian masyarakat selama pandemi harus berganti work from home (WFH) dan mengalami perubahan jadwal aktivitas yang sangat berbeda.
Agar tetap memiliki work-life balance, Ratih menyarankan masyarakat untuk bisa memiliki jadwal baru yang harus dipatuhi.
Hal ini penting agar adanya waktu bekerja yang efisien. Di sisi lain, ada waktu juga yang tersedia untuk keperluan personal di luar pekerjaan.
"Saat pandemi ini kan banyak yang WFH dan merasa capek. Solusinya ya dengan membuat jadwal yang harus dipatuhi," jelas dia.
3. Menjaga asupan nutrisi yang baik
Ratih menyampaikan sudah menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat untuk menjaga asupan nutrisi fisik di tengah pandemi.
Hal ini penting untuk mendukung daya tahan tubuh agar tidak medah tertular virus corona maupun penyakit lainnya.
Baca juga: 10 Cara Meningkatkan Daya Tahan Tubuh
"Di situasi pandemi ini, siapa saja sangat disarankan untuk dapat menjaga pola makannya dengan baik. Olahraga juga sebaiknya tetap dilakukan dengan menyesuikan kondisi yang terjadi," tutur dia.
Di samping menjaga asupan nutrisi fisik, masyarakat juga dinilai penting untuk dapat menjaga asupan nutrisi batin dengan baik.
Salah satu caranya bisa dilakukan dengan menghindari membaca atau menyebar berita-berita yang sumbernya tidak jelas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.