KOMPAS.com - Tumbuh kembang anak bukanlah proses instan. Proses ini terjadi teratur, terus-menerus, berkaitan, dan berkesinambungan.
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung sejak pembuahan sampai si kecil tumbuh dewasa.
Menurut Kementerian Kesehatan, pola tumbuh kembang anak dipengaruhi faktor internal dari dalam diri anak dan beragam faktor eksternal sejak pembuahan.
Baca juga: Mengenal Thalasemia Mayor, Penyakit Kelainan Darah Turunan
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak yang perlu diketahui:
Terdapat beberapa faktor dari dalam yang berdampak pada tumbuh kembang anak, antara lain:
Faktor ras atau ernik menentukan pola tumbuh kembang anak. Misalkan anak yang dilahirkan dari rasa atau bangsa Amerika, tidak memiliki faktor genetik yang diturunkan orang bangsa Indonesia.
Terdapat kecenderungan, anak yang lahir dari keluarga dengan postur tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus juga memiliki postur sejenis.
Kecepatan pertumbuhan paling pesat terjadi pada masa prenatal (janin di dalam kandungan), tahun pertama kehidupan, dan masa remaja.
Pola tumbuh kembang anak perempuan dan laki-laki juga berbeda. Fungsi reproduksi anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki laki. Tapi, setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.
Genetik adalah faktor bawaan anak, yaitu potensi anak yang bakal menjadi ciri khasnya. Beberapa kelainan genetik juga dapat memengaruhi tumbuh kembang anak, seperti kerdil.
Baca juga: 18 Jenis Kelainan Jantung Bawaan
Masa prenatal atau ketika janin masih di dalam kandungan ibu hamil turut memengaruhi tumbuh kembang anak. Ada beberapa faktor yang berkontribusi, yakni:
Faktor nutrisi atau gizi ibu hamil, terutama di trimester akhir kehamilan akan memengaruhi tumbuh kembang janin.
Posisi janin yang abnormal di dalam kandungan bisa menyebabkan anak lahir dengan kelainan bawaan, misalkan kaki bayi bengkok atau pengkor.
Toksin atau zat kimia dari beberapa obat seperti amlnopterin dan thalldomid dapat menyebabkan kelainan bawaan, seperti palatoskisis atau atap langit mulut tidak terbentuk.
Kelainan kelenjar endokrin selama kehamilan seperti diabetes dapat menyebabkan bayi tumbuh lebih besar di atas rata-rata normal, jantung bengkak, atau atau kelainan kelenjar adrenal.
Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental, kelainan anggota gerak, kelainan mata, atau kelainan jantung.
lnfeksi toksoplasma, rubella, vurus sitomegalo, dan herpes simpleks pada trimester pertama dan kedua kehamilan dapat menyebabkan kelainan janin. Antara lain katarak, bisu tuli, retardasi mental, sampai penyakit jantung bawaan.
Kelainan imunologi seperti eritobaltosis fetalis bisa membuat perbedaan golongan darah antara janin dan ibu, sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin. Kondisi ini bisa menyebabkan jaringan otak janin rusak atau bayi terkena penyakit kuning.
Gangguan fungsi plasenta seperti anoksia embrio bisa mengganggu tumbuh kembang anak kelak saat lahir.
Kondisi ibu hamil yang tertekan, misalkan karena kehamilan yang tidak diinginkan atau banyak tekanan saat hamil, bisa berdampak negatif pada tumbuh kembang anak.
Baca juga: 8 Penyebab Kelainan Jantung Bawaan yang Perlu Diwaspadai
Komplikasi persalinan seperti trauma kepala atau kekurangan oksigen pada bayi dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.
Untuk meminimalkan risiko komplikasi persalinan, ibu hamil yang melahirkan ditolong tenaga kesehatan yang terlatih dan di sarana kesehatan yang memadai.
Selain itu, untuk mencegah risiko buruk saat bersalin, jangan terlambat pergi ke sarana kesehatan apabila ibu hamil sudah saatnya melahirkan.
Baca juga: Kenali Apa Itu Hipospadia, Kelainan Penis Bawaan Lahir
Tak hanya faktor internal sampai kondisi persalinan, beberapa faktor pasca-persalinan turut berperan penting pada tumbuh kembang anak, antara lain:
Guna menunjang tumbuh kembang anak agar optimal, bayi membutuhkan asupan gizi memadai sesuai usianya sejak lahir.
Penyakit kronis seperti tuberkulosis (TBC), anemia, penyakit jantung bawaan bisa menghambat tumbuh kembang anak.
Lingkungan yang tidak bersih, kurang sinar matahari, terkena paparan sinar radioaktif, atau zat kimia tertentu seperti asap rokok juga dapat berdampak negatif pada tumbuh kembang anak.
Tumbuh kembang anak turut dipengaruhi hubungan anak dengan orang sekitarnya. Misalkan anak tidak dikehendaki oleh orangtuanya, atau anak yang kerap tertekan, rawan mengalami hambatan tumbuh kembang.
Masalah hormon di kelenjar endokrin, seperti penyakit hipotiroid bisa mengganggu tumbuh kembang anak.
Faktor sosial dan ekonomi seperti kemiskinan terkait dengan kekurangan gizi, kondisi lingkungan tidak sehat, minimnya akses informasi kesehatan juga bisa menghambat tumbuh kembang anak.
Pengasuhan yang kondusif, seperti interaksi orangtua dengan anak dapat berdampak positif pada tumbuh kembang anak.
Perkembangan anak membutuhkan rangsangan atau stimulasi. Rangsangan ini bisa diperoleh dari mainan, sosialisasi, serta keterlibatan orangtua dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
Beberapa obat memiliki efek samping pada tumbuh kembang anak. Konsumsi obat kortikosteroid jangka panjang atau obat perangsang saraf dapat menghambat pertumbuhan.
Orangtua sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum sembarangan memberikan obat untuk si kecil.
Pertimbangkan dan upayakan beragam faktor yang bisa memengaruhi tumbuh kembang anak di atas agar si kecil dapat berkembang secara optimal. Mulai sejak perencanaan kehamilan sampai fase anak tumbuh dewasa.
Baca juga: 8 Macam Kelainan pada Tulang Manusia yang Perlu Diwaspadai
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.