Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Homeostasis, Hukum Keseimbangan Tubuh

Kompas.com - 15/08/2022, 09:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM berbagai ajaran kepercayaan dikenal adanya hukum karma. Hukum karma didefinisikan sebagai hukum sebab akibat. Jika anda berbuat baik maka anda akan memperoleh kebaikan. Sebaliknya jika anda berbuat buruk, anda akan memperoleh keburukan pula.

Dalam ilmu fisika, kita menyebutnya ilmu mekanika klasik. Sejak sekolah dasar, kita sudah diajarkan tentang hal ini dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA). Di sekolah menengah kita mulai diajarkan tentang rumus perhitungan yang berlaku dalam teori tersebut.

Dengan cara tersebut, kita selalu dapat memperkirakan suatu kejadian berdasarkan rumus tersebut. Sayangnya, seringkali hasil perhitungan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan. Selalu ada penyimpangan. Padahal fisika dan matematika dikenal juga sebagai ilmu pasti. Dapat memastikan sesuatu sesuai dengan harapan.

Baca juga: Apa itu Mekanika Kuantum?

Saat itu mulai muncul rasa tidak percaya dengan apa yang dipelajari di bangku sekolah. Wajar jika saat ini pun anak-anak menganggap sekolah hanya sekedar aktivitas menghabiskan waktu. Sama sekali tidak bermanfaat dalam kehidupan. Saat lulus sekolah menengah, paling hanya bekerja sebagai kasir minimarket atau buruh pabrik. Tidak pernah sekalipun ditanya tentang pelajaran sekolah.

Hal berbeda saat mulai kuliah. Apa yang dipelajari mulai terarah sesuai dengan apa yang akan dikerjakan. Begitu juga dengan teman-teman yang mengambil jurusan lain. Meskipun beberapa jurusan lain mengaku, kadang bingung dengan apa yang akan dikerjakan setelah lulus.

Setidaknya untuk teman-teman dalam rumpun IPA mulai merasa memperoleh kepastian. Sesuai dengan nama lain dari rumpun ilmu tersebut, ilmu pasti.

Bahkan ketidakpastian dalam hidup pun sudah mulai bisa mereka perhitungkan. Begitu candanya. Semua dipelajari dalam mata kuliah fisika dasar. Di fakultas kedokteran masuk mata kuliah dasar wajib bagi rumpun IPA. Meskipun tidak mendalam, justru malah jadi tahu tentang ketidakpastian. Uniknya ketidakpastian malah jadi objek yang bisa diukur.

Meski tidak mendalami, inilah persentuhan saya dengan fisika kuantum. Salah satu cabang sains yang selalu menantang imajinasi saya. Yang jadi rekreasi di saat mulai malas membahas masalah-masalah medis. Entah mengapa, saya pikir fisika kuantum sangat dekat dengan filsafat dibanding sains.

Psikologi manusia juga menjadi minat saya. Misalnya, yang saya baca dalam buku Hawkings sangat merangsang imajinasi. Meski saya tidak sepenuhnya memahami isi tulisan tersebut. Brief History of Time, saya dapat dalam versi terjemahan bahasa Indonesia, Riwayat Sang Kala.

Berikutnya saat popularitas wikipedia sebagai sumber informasi meningkat. Banyak informasi fisika yang bisa diperoleh. Meski awalnya sering tertatih karena kendala bahasa. Namun akhirnya jadi sebuah kebiasaan.

Hukum keseimbangan tubuh

Kembali pada hukum karma. Hukum mekanika klasik, hukum sebab akibat ternyata tetap berlaku pada tataran fisika kuantum. Meskipun mengalami penyesuaian. Mengikuti hukum cahaya yang jadi dasar mekanika kuantum. Menjadi hukum keseimbangan semesta.

Apa yang kita lihat sebagai sebuah kejadian ternyata merupakan resultan dari berbagai kejadian sebelumnya. Hukum sebab akibat tetap berlaku, bukan hilang dalam fisika kuantum. Namun bermetamorfosa menjadi hukum keseimbangan semesta.

Apa yang kita lihat sebagai aktivitas entitas otonom, ternyata berhubungan satu dengan lainnya. Aksi pada satu semesta berpengaruh pada semesta yang lain.

Baca juga: Keseimbangan Tubuh Mulai Menurun di Usia 40-an

Ini yang saya lihat berlaku juga pada tubuh manusia. Jika pada tataran mekanika klasik goresan pada kulit hanya menimbulkan reaksi berupa luka lecet. Reaksi setempat, sesuai organ yang terkena. Tidak ada kaitan dengan organ lain. Tubuh hanyalah sebuah mesin mekanik.

Pada tataran fisika kuantum kita melihat serangkaian reaksi dari berbagai organ untuk mengatasi luka tersebut. Tidak hanya reaksi lokal kulit saja. Tubuh adalah sebuah sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berhubungan.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau