Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sunardi Siswodiharjo
Food Engineer dan Praktisi Kebugaran

Food engineer; R&D manager–multinational food corporation (2009 – 2019); Pemerhati masalah nutrisi dan kesehatan.

Bahaya Kontaminasi BPA (Bisphenol-A) dan Persoalan Kedaulatan Air

Kompas.com - 27/09/2022, 09:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SALAH satu kabar yang mengusik ketenangan masyarakat beberapa hari belakangan adalah tentang bahaya air minum dalam kemasan galon yang rentan terkontaminasi bisphenol-A (BPA).

BPA adalah bahan kimia campuran polikarbonat (PC), jenis plastik galon guna ulang yang banyak beredar dan jumlahnya sangat signifikan di Indonesia.

Sebagai bahan kimia, sebenarnya BPA berfungsi menjadikan plastik polikarbonat mudah dibentuk, kuat, ringan, tidak mudah rusak saat terjatuh, tahan panas, serta membuat tampilan lebih jernih dan menarik.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan menyebutkan, batas maksimal migrasi BPA adalah 0,60 bpj (bagian per juta) dari kemasan berbahan polikarbonat.

Baca juga: 5 Dampak Buruk BPA untuk Kesehatan

Paparan BPA yang melebihi ambang batas berpotensi mengancam kesehatan berupa bahaya gangguan endokrin seperti infertilitas (gangguan kesuburan), gangguan kehamilan, gangguan ginjal, dan jantung, serta tumor yang dipengaruhi oleh hormon seperti kanker payudara dan prostat.

Kegelisahan mulai muncul ketika BPOM menemukan kandungan BPA dalam air minum dalam kemasan (AMDK) polikarbonat di beberapa daerah seperti Jakarta, Bandung, Medan, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara pada tingkat yang membahayakan karena telah melebihi ambang batas 0,60 bpj.

Temuan tahun 2021 dan 2022 tersebut juga merekam hasil uji migrasi BPA pada level yang mengkhawatirkan (0,05 – 0,60 bpj) , yaitu sebesar 46,97persen dari produk yang diawasi di sarana peredaran dan 30,91 persen dari produk yang diawasi di sarana produksi.

Bahkan sebesar 3,4 persen sampel produk di sarana peredaran tidak memenuhi persyaratan migrasi BPA. Hasil pengawasan BPOM semakin memperkuat urgensi penyusunan revisi regulasi pelabelan AMDK (bpom.go.id).

Meskipun tingkat dan dampak paparan BPA masih banyak diperdebatkan dan berbeda antar negara, namun pilihan rasionalnya tetaplah berhati-hati dengan cara mengurangi tingkat paparannya hingga ke level minimal atau aman.

Akar persoalan

Potensi munculnya bahaya kontaminasi BPA dalam air minum dalam kemasan galon sekaligus mengungkap betapa susahnya mendapatkan air minum sehat bagi warga masyarakat, terutama yang tinggal di wilayah perkotaan.

Faktanya, sampai saat ini, ketersediaan air minum sehat dari jaringan pipa distribusi perusahaan air minum (PAM) masih belum bisa diandalkan, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Beberapa contoh keluhan masyarakat pengguna PAM yang paling sering muncul adalah debit air kecil, sering mati, bau karat, rasa tidak enak, keruh serta tidak layak minum.

Penentuan tarif proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) oleh PDAM di berbagai daerah ternyata masih menjadi masalah dalam upaya perluasan layanan air minum yang aman kepada masyarakat.

Tarif PDAM seringkali tidak ditentukan berdasarkan kriteria ekonomis, tetapi lebih pada pertimbangan populis atau bahkan politis. Akibatnya, banyak PDAM yang terpaksa gulung tikar karena tidak efisien dan menderita kerugian secara terus-menerus.

Tidak tersedianya air minum yang aman dan layak untuk dikonsumsi membuat sebagian warga masyarakat terpaksa beralih menggunakan AMDK. AMDK memang menawarkan hampir semua keinginan konsumen seperti praktis, sangat mudah diperoleh, aman, bisa digunakan ulang, rasa lebih enak serta harga relatif masih terjangkau.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau