Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengaruhi Otot, Ini Penyebab dan Gejala Stiff Person Syndrome

Kompas.com - 10/12/2022, 10:32 WIB
Ariska Puspita Anggraini

Penulis

KOMPAS.com - Kita mengandalkan otot kami sepanjang hari untuk bergerak atau beraktivitas.

Namun, apa yang terjadi jika otot kita mengalami gangguan? Nah, salah satu gangguan otot yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan adalah stiff person syndrome.

Penyakit ini menjadi perbincangan publik setelah diketahui penyanyi internasional Celine Dion mengalami sindrom tersebut. Lantas, apa itu stiff person syndrome? Simak penjelasan berikut.

Apa itu Stiff Person Syndrome?

Stiff person syndrome adalah gangguan autoimun dan neurologis yang dapat membuat otot-otot di batang tubuh dan tungkai mengalami kaku dan kejang secara bergantian.

Penyebab stiff person syndrome yang sangat langka ini masih belum diketahui.

Namun peneliti menduga hal itu mungkin akibat dari reaksi autoimun di mana tubuh menyerang sel-sel saraf di sistem saraf pusat yang mengontrol pergerakan otot.

Baca juga: 4 Cara Mencegah Sering Kencing di Malam Hari

Gejala Stiff Person Syndrome

Gejala utama stiff person syndrome adalah otot kaku di batang tubuh dan tungkai, bersamaan dengan episode kejang otot yang hebat.

Kondisi ini dapat dipicu oleh rangsangan lingkungan (seperti suara keras) atau tekanan emosional.

Kejang otot bisa sangat parah sehingga menyebabkan orang tersebut jatuh. Otot-otot secara bertahap mengendur setelah rangsangan hilang.

Gejala-gejala ini dapat menyebabkan kesulitan berjalan dan, seiring waktu, kecacatan yang lebih besar.

Orang dengan Stiff Person Syndrome juga lebih cenderung memiliki gejala depresi dan kecemasan.

Hal ini sebagian disebabkan oleh penyakit yang tidak dapat diprediksi, tetapi pasien juga memiliki tingkat neurotransmitter GABA yang lebih rendah, yang mengatur kecemasan.

Biasanya, orang mulai merasakan gejala ini pada usia 30 hingga 60 tahun.

Penyebab Stiff Person Syndrome

Meskipun penyebab stiff person syndrome masih belum diketahui, para peneliti menduga hal itu mungkin disebabkan oleh reaksi autoimun.

Secara khusus, sistem kekebalan tampaknya menyerang protein yang disebut dekarboksilase asam glutamat (GAD), yang membantu membuat zat yang disebut asam gamma-aminobutirat (GABA).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau