Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hoaks Teknologi Wolbachia Terkait Misi Bill Gates

Kompas.com - 21/11/2023, 12:00 WIB
Agustin Tri Wardani,
Shintaloka Pradita Sicca

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belum lama ini teknologi wolbachia yang menjadi inovasi untuk menurunkan kasus demam berdarah dengue (DBD) diisukan memiliki keterkaitan dengan sebuah misi Bill Gates.

Hal itu bermula dari cuitan salah satu pengguna sosial media X pada 14 November 2023 dengan narasi sebagai berikut:

Penyebaran nyamuk wolbachia adalah misi bill gates sebagai bapak LGBT sedunia, utk membentuk genetik LGBT melalui nyamuk tsb, yg mana Wolbachia berasal dari lalat drosophila, manusia akan jd vektor mekanik penyebar kerusakan genetik laki2 feminim.”

Faktanya, itu adalah berita bohong (hoax). 

Baca juga: Kemenkes: Teknologi Wolbachia untuk Atasi DBD Bukan Rekayasa Genetik

Peneliti Bakteri Wolbachia dan Demam Berdarah dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Prof Dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD, mengatakan bahwa teknologi wolbachia pada nyamuk ini tidak berbahaya bagi manusia, seperti yang diisukan.

"Kami tegas mengatakan ini (teknologi wolbachia) bukan rekayasa genetik dan hal ini juga dikuatkan oleh statements US, CDC, kemudian di Australia, semuanya tidak mempertimbangkan wolbachia sebagai rekayasa genetika," kata Prof. Uut, sapaan akrabnya, dalam briefing PB IDI tentang "Mengenal Wolbachia dan Fungsinya untuk Mencegah Demam Berdarah" pada Senin (20/11/2023).

Prof. Uut juga menegaskan bahwa wolbachia aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan.

Baca juga: Kemenkes: Teknologi Wolbachia Efektif untuk Kurangi Kasus Dengue

Nyamuk wolbachia tidak dapat menularkan bakteri wolbachia ke dalam tubuh manusia, apalagi sampai memicu risiko kesehatan yang buruk.

"Bakteri wolbachia di tubuh nyamuk itu tidak bisa berpindah ke serangga lain, begitu pula tidak bisa berpindah ke manusia. Jadi, dia tetap berada di sel nyamuk Aedes aegypti," ungkapnya.

Bahkan kata Prof. Uut, wolbachia tidak bisa berpindah ke serangga yang sangat hidup berdampingan dengan Aedes aegypti, yaitu nyamuk Culex.

"Dan ini sudah kita buktikan, karena memang tim kami sendiri yang memberi makan nyamuk berwolbachia, kemudian kita tes pula di masyarakat empat dusun yang sudah hampir 10 tahun dilepasi wolbachia, tidak ditemukan adanya antibodi wolbachia pada tubuh manusia. Jadi, wolbachia tidak bisa masuk ke tubuh manusia." tambah Prof. Uut.

Baca juga: Ketahui Pertolongan Pertama Demam Berdarah Dengue Menurut Dokter

Menimpali pernyataan tersebut, dr. Riris Andono Ahmad, BMedSc, MPH, PhD dari Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, menyampaikan bahwa wolbachia hanya bisa hidup di tubuh serangga dan tidak bisa masuk ke tubuh manusia.

"Bakteri wolbachia itu memang bakteri yang hanya bisa tinggal di dalam sel tubuh serangga. Jadi, begitu keluar dari sel tubuh serangga, bakteri tersebut akan mati." ucap dr. Riris dalam forum yang sama.

"Ketika nyamuk itu menggigit manusia, dia tidak bisa ditularkan ke manusia atau ke tempat yang lainnya. Penularannya itu hanya bisa lewat perkawinan dan turun ke dalam telurnya." tambahnya.

Kabar soal teknologi wolbachcia terkait misi BIll Gates dianggap para peneliti sebagai disinformasi sistemik yang sering mengaitkan nyamuk wolbachia dengan dampak negatif.

Justru, teknologi nyamuk wolbachia memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat, yaitu bisa menghambat perkembangan virus dengue dan menekan kasus DBD di Indonesia.

Seperti pada riset wolbachia di Yogyakarta yang menghasilkan bukti ilmiah terbaik, yaitu menurunkan 77 persen kejadian dengue dan 86 persen rawat inap akibat dengue.

Baca juga: Kenali Prinsip 3M Plus untuk Cegah Demam Berdarah Dengue

Mengenal nyamuk wolbachia

Prof. Uut menerangkan bahwa wolbachia adalah bakteri alami yang terdapat dalam 50 persen serangga yang ada di sekitar kita.

Wolbachia adalah bakteri alami yang biasa ditemukan pada beberapa jenis serangga, seperti ngengat, kupu-kupu, dan lalat buah, termasuk nyamuk Aedes aegypti.

Sehingga, para peneliti mencoba teknologi wolbachia dengan memasukan bakteri ini pada telur nyamuk Aedes aegypti.

Baca juga: 2 Perbedaan Demam Berdarah dan Demam Berdarah Dengue

"Nyamuk Aedes aegypti berwolbachia tidak ada bedanya dengan yang ada di alam. Dan bakteri wolbachia yang ada di tubuh nyamuk tidak berbeda dengan wolbachia yang ada di inang aslinya, yaitu lalat buah," ujarnya.

Jika seekor serangga jantan berwolbachia kawin dengan betina tanpa wolbachia, maka telur-telur yang dihasilkan tidak akan menetas.

Jika betinanya yang mengandung wolbachia, sementara yang jantan tidak, maka telur-telur serangga tersebut akan menetas dan semuanya akan mengandung wolbachia.

Jika keduanya mengandung wolbachia, maka telur-telur yang dihasilkan akan menetas dan semuanya akan mengandung wolbachia.

Seiring waktu diharapkan jumlah serangga yang mengandung wolbachia dalam beberapa generasi akan meningkat drastis, sehingga pada sebagian besar populasi serangga sudah berwolbachia.

Baca juga: Ciri-ciri Demam Berdarah Dengue pada Bayi, Beda dari Orang Dewasa

"Bakteri wolbachia yang dimasukan pada tubuh nyamuk aedes aegypti akan bekerja menghambat atau memblokir perkembangan virus dengue. Sehingga, ketika nyamuk aedes aegypti tersebut menggigit manusia, maka virusnya tidak ikut berpindah ke manusia," kata Prof. Uut. 

Teknologi wolbachia telah melewati analisis risiko dari 2016-2020 oleh para peneliti Kementerian Riset dan Teknologi yang melibatkan 20 pakar dari berbagai bidang dan menghasilkan risiko yang dapat diabaikan.

Selain itu, nyamuk wolbachia menjadi kebijakan Kementerian Kesehatan yang telah didasarkan oleh analisis risiko, bukti ilmiah terbaik, rekomendasi, AIPI, dan rekomendasi Vector Control Advisory Group (VCAG) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Oleh karenanya, teknologi nyamuk wolbachia ini terus berkembang ke tahap yang lebih besar dan menjadi sebuah intervensi kesehatan masyarakat yang berjangka panjang.

Baca juga: 3 Cara Cegah Demam Berdarah Dengue (DBD)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau