KOMPAS.com - Pasien-pasien yang dirawat di ruang ICU merupakan kelompok yang paling rentan mengalami kasus resistensi mikroba atau antimicrobial resistance (AMR). Kondisi yang bisa mengancam nyawa ini sebenarnya bisa dicegah.
AMR adalah suatu kondisi di mana mikroba penyebab infeksi pada tubuh pasien sulit dilawan dengan obat antibiotik, antivirus, atau pun antijamur, dan akhirnya menyebabkan pasien sulit ssembuh dan perlu dirawat lebih lama.
Masalah ini adalah salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang serius. WHO telah memperkirakan akan terjadi 10 juta kematian pada tahun 2050 karena peningkatan kasus AMR.
Dokter spesialis anestesi konsultan perawatan intensif Pratista Hendrajana mengatakan, pasien yang dirawat di ICU rentan mengalami AMR karena berbagai sebab.
Baca juga: 9 Bakteri Paling Berbahaya yang Resisten dengan Antibiotik
"Faktor utamanya karena respon imunnya tidak sebaik orang yang sehat. Selain itu kemungkinan ada latar belakang kesehatan yang membuatnya rentan," paparnya dalam acara ”Memitigasi Risiko AMR di ICU melalui Komunikasi yang Optimal antara Nakes dan Keluarga Pasien: Tepat Waktu, Tepat Pasien, Tepat Guna” yang diselenggarakan oleh Pfizer Indonesia di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Pemakaian alat-alat yang invasif di ruang ICU juga dapat meningkatkan risiko infeksi.
"Pemakaian alat yang harus menembus kulit, otomatis kuman bisa masuk. Kalau kuman yang berat bisa memicu AMR. Namun rumah sakit biasanya sudah melakukan tindakan preventif," papar dokter yang akrab disapa dr.Toto ini.
Faktor lain yang harus diwaspadai adalah pemakaian antibiotik yang tidak tepat, misalnya yang seharusnya dosisnya tiga kali sehari, hanya diminum dua kali sehari, sehingga kumannya lama-lama jadi resisten.
Pemilihan antibiotik yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan jenis kuman juga bisa meningkatkan risiko AMR.
Oleh karena itu wajib dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jenis kuman dan bakteri yang ada di tubuh pasien agar jenis antibiotiknya bisa sesuai.
Baca juga: 6 Fakta Antibiotik yang Makin Tak Manjur dan Diprediksi Bunuh 10 Juta Jiwa
Komunikasi keluarga pasien dan dokter
ICU merupakan salah satu tempat dimana pasien menerima antibiotik sebagai salah satu terapi utama untuk menyembuhkan infeksi. Karenanya penggunaan antibiotik secara bijak dan rasional sangat penting untuk dipahami.
Salah satu upaya untuk mendorong pengobatan yang jitu di ICU adalah dengan menciptakan kesempatan komunikasi yang produktif antara pasien dengan tenaga kesehatan yang bertugas. Namun banyak dari masyarakat yang ragu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan.
Presiden Direktur Pfizer Indonesia, Nora T. Siagian mengatakan, peningkatan pemahaman mengenai risiko terjadinya AMR dapat tercapai melalui komunikasi dua arah yang produktif antara tenaga kesehatan dengan pasien atau keluarganya.
"Komunikasi dua arah diperlukan agar kedua pihak memiliki tingkat pemahaman yang sama tentang kondisi pasien dan berorientasi pada peningkatan kualitas perawatan pasien,termasuk dengan meminimalkan risiko terjadinya AMR di ICU," ujarnya.
Menurut dr.Toto, dokter yang merawat pasien ICU memiliki kewajiban untuk menjelaskan kondisi pasien dan juga rencana tindakan, kepada keluarga pasien.
"Yang penting saat bertanya ke dokter mengarah ke diskusi, karena sangat penting keputusan-keputusan pengobatan diambil bersama, termasuk soal pemakaian obat,"papar dr.Toto.
Baca juga: Resistensi Antimikroba di Ruang ICU jadi Penyebab Kematian
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.