KOMPAS.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa perlu adanya transparansi dalam penentuan harga obat di Indonesia.
Menurutnya, transparansi ini penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan tingginya harga obat, sehingga masalah tersebut dapat segera diatasi.
"Harga obat satu rumah sakit dengan rumah sakit lain tuh bedanya bisa jauh sekali. Di dalam negeri," ujar Budi, seperti ditulis oleh Antara, Kamis (12/12/2024).
Baca juga: Menkes: Masyarakat Tak Perlu Khawatirkan Iuran BPJS Kesehatan 2025
Budi menambahkan, transparansi perlu diterapkan tidak hanya untuk obat-obatan generik bermerek, tetapi juga obat inovatif.
Ia menjelaskan bahwa beberapa obat yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan bisa dijual dengan harga tiga hingga empat kali lipat lebih mahal dibandingkan harga obat serupa di negara tetangga.
Menurut Budi, ada beberapa faktor yang berkontribusi pada mahalnya harga obat di Indonesia, seperti biaya pemasaran dan distribusi.
Dengan adanya transparansi, masalah-masalah ini diharapkan dapat diketahui dan segera diselesaikan.
Menteri Kesehatan juga menekankan pentingnya keseimbangan antara efektivitas obat dan keuntungan bisnis agar industri layanan kesehatan dapat tetap berkelanjutan.
Pemerintah, lanjut Budi, telah melakukan berbagai langkah untuk menurunkan harga obat, termasuk melalui negosiasi harga obat dengan pihak terkait.
Kementerian Kesehatan juga melakukan peninjauan teknologi kesehatan (Health Technology Assessment/HTA) untuk memonitor inovasi obat yang diciptakan.
Budi juga mengapresiasi upaya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang berusaha mempercepat proses sertifikasi obat-obat baru.
Dia berharap, dengan peningkatan kinerja BPOM dalam memberikan sertifikasi dan izin edar, inovasi-inovasi di sektor layanan kesehatan dapat segera diakses oleh publik.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menambahkan bahwa pihaknya kini mempercepat proses sertifikasi obat. Proses yang sebelumnya memakan waktu hingga 300 hari kerja, kini dipangkas menjadi hanya 90 hari kerja.
Baca juga: PB IDI: Regulasi Praktik Dokter Asing di Indonesia Harus Jelas
Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya mendorong kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri untuk menghasilkan produk obat inovatif dari riset.
Taruna juga menyebutkan, bahwa banyak mahasiswa yang memiliki ide-ide cemerlang terkait inovasi obat, namun terkendala oleh masalah pendanaan.
Sementara itu, industri seringkali menghadapi kesulitan untuk berinovasi karena selalu terfokus pada aspek bisnis.
Dengan langkah-langkah tersebut, baik oleh pemerintah maupun BPOM, diharapkan dapat tercipta ekosistem yang lebih baik untuk inovasi obat, yang pada akhirnya dapat menurunkan harga obat dan meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.