BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Parkway Cancer Centre

Pentingnya Dukungan Keluarga dalam Pemulihan Kanker Paru Stadium 4

Kompas.com - 13/01/2025, 12:15 WIB
Hotria Mariana,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Diagnosis kanker paru stadium 4 sering dianggap sebagai vonis yang menakutkan. Namun, Adrian Toh (42) membuktikan bahwa dengan dukungan keluarga dan penanganan medis yang tepat, perjuangan melawan kanker paru bisa dijalani dengan optimisme.

Penelitian yang dipublikasikan National Center for Biotechnology Information pada 2023 menunjukkan, pasien kanker yang mendapat dukungan sosial dan emosional kuat memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Dukungan ini tidak hanya membantu mengurangi stres dan kecemasan, tetapi juga meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan.

Hal itu tecermin dari perjalanan Adrian melawan kanker. Pada Juni 2023, warga negara Singapura ini memutuskan menjalani pemeriksaan kesehatan. Keputusannya dipicu oleh batuk parah yang tak kunjung sembuh meski sudah berkonsultasi dengan beberapa dokter umum.

"Saya sudah mencoba berbagai pengobatan, mulai dari obat flu biasa hingga pengobatan untuk asma (karena punya histori saat masa kanak-kanak) yang kambuh, tapi tidak ada yang berhasil menghentikan batuk saya," kata Adrian

Baca juga: Eksklusif Kompas.com: Ahli Onkologi Ungkap Bahaya Vape dan Kaitannya dengan Kanker Paru

Hasil pemeriksaan rontgen dada Adrian menunjukkan adanya bintik-bintik mencurigakan. Temuan ini membawanya menjalani serangkaian pemeriksaan lebih lanjut hingga akhirnya bertemu dengan Konsultan Senior Onkologi Medis di Parkway Cancer Centre (PCC) dr Tanujaa Rajasekaran. Diagnosis pun dikonfirmasi. Adrian menderita adenokarsinoma non-sel kecil stadium 4.

"Saya terkejut dan tidak percaya. Saya sama sekali tidak melihat diri saya dikaitkan dengan kanker, terutama kanker paru-paru. Saya tidak merokok, tidak kelebihan berat badan. Saya adalah orang yang relatif aktif dan sehat saat itu,” ucapnya.

Sejak diagnosis tersebut, kehidupan Adrian berubah total. Kanker yang ditemukan di paru-paru, kelenjar getah bening, dan tulang punggungnya mengharuskannya menjalani kemoterapi yang dikombinasikan dengan terapi target oral setiap hari.

Di tengah perjuangan beratnya, beruntung Adrian mendapat dukungan penuh dari sang ibu yang rela terbang dari Sibu, Sarawak, Malaysia, ke Singapura.

Baca juga: Waspada, Ini Gejala Kanker Paru-paru yang Perlu Diwaspadai

"Kehadiran Ibu membuat saya bisa menjalani hidup dengan lebih tenang," tuturnya.

Dukungan tidak hanya datang dari keluarga. Unggahan Adrian tentang diagnosisnya di media sosial mengundang simpati, termasuk dari rekan-rekan lamanya saat menjadi awak kabin di sebuah maskapai penerbangan sebelum beralih profesi menjadi agen real estat. Salah satunya bahkan penyintas kanker stadium 4 yang kini menjadi teman yoga Adrian.

"Dukungan-dukungan kecil yang diberikan teman-teman sangatlah berarti. Misalnya, menjemput setelah kemoterapi atau mengantar berbelanja kebutuhan sehari-hari,” ujar Adrian.

Bahkan, bagi Adrian, nasihat paling berharga saat itu justru datang dari teman-temannya tersebut.

Baca juga: Eksklusif Kompas.com: Kanker Paru Tak Hanya Ancam Perokok, Penjelasan dr Ang Peng Tiam lewat Wawancara Khusus

"Mereka menyarankan saya untuk memberikan afirmasi kepada diri sendiri setiap pagi bahwa ‘saya hebat, saya hebat'. Awalnya terdengar konyol, tapi ternyata sangat membantu, terutama saat kondisi fisik saya tidak prima," jelasnya.

Support system atau sistem dukungan, terutama dari keluarga, berhasil memberikan energi lebih bagi Adrian untuk berjuang melawan kanker paru. Hal ini pun telah dibuktikan secara medis.

Pada Kamis (14/11/2024), tim Kompas.com berkesempatan mewawancarai dr Tanujaa mengenai pentingnya peran dukungan keluarga dalam perjalanan pengobatan kanker paru. Berikut adalah hasil wawancara lengkapnya.

Konsultan Senior Onkologi Medis di Parkway Cancer Centre (PCC) dr Tanujaa Rajasekaran.Dok. istimewa Konsultan Senior Onkologi Medis di Parkway Cancer Centre (PCC) dr Tanujaa Rajasekaran.

Bagaimana dukungan keluarga memengaruhi pengobatan dan pemulihan pasien kanker paru stadium lanjut?

Dukungan keluarga memiliki dampak signifikan dalam pengobatan dan pemulihan kanker paru stadium lanjut. Sistem dukungan yang kuat terbukti berkaitan dengan tingkat kelangsungan hidup dan hasil pengobatan yang lebih baik.

Baca juga: Perlukah Perokok Melakukan Deteksi Dini Kanker Paru?

Pasalnya, dukungan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan emosional, tetapi juga kepatuhan selama pengobatan dan kualitas hidup pasien.

Selain membantu mengurangi stres dan memberikan motivasi, keluarga juga berperan penting dalam berkegiatan, seperti transportasi dan perawatan sehari-hari. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam pengambilan keputusan, pengelolaan gejala, serta keperluan administrasi dan fasilitas kesehatan.

Pola ideal dalam pendampingan pasien kanker dapat dilakukan dengan memberikan dukungan emosional, menjaga komunikasi tetap terbuka, melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan, serta memberikan ruang dan pendampingan yang seimbang kepada pasien.

Tim medis pun dapat secara aktif melibatkan keluarga dalam perawatan melalui diskusi pengobatan, pelatihan keterampilan perawatan dasar, dan konsultasi rutin. Mereka juga menyediakan edukasi tentang efek samping pengobatan dan cara menanganinya.

Baca juga: Kasus Sangat Langka, Mata Seorang Wanita Alami Kebutaan Mendadak akibat Kanker Paru-paru

Parkway Cancer Centre memiliki program dukungan yang komprehensif untuk pasien dan keluarga pasien bernama CanHOPE. Program ini mencakup sesi konseling dan grup dukungan.

Bagaimana cara keluarga menyeimbangkan antara memberikan dukungan dan menjaga kesehatan mereka sendiri?

Tak dapat dimungkiri, tantangan utama yang sering dihadapi keluarga meliputi tekanan emosional, perubahan fungsi peran, tuntutan waktu dan energi, beban finansial, kesulitan komunikasi, serta kurangnya keterampilan dan edukasi dalam merawat pasien.

Kelelahan pengasuh juga umum terjadi sehingga penting untuk melibatkan jaringan dukungan yang lebih luas dalam berbagi tanggung jawab perawatan dan pendampingan.

Baca juga: Sama Berbahayanya, Vape dan Rokok Picu Kanker Paru

Untuk itu, keseimbangan dalam memberikan dukungan dan menjaga kesehatan diri sendiri dapat dicapai melalui manajemen waktu yang efektif dan pembagian tugas dengan anggota keluarga lain.

Keluarga perlu mempertahankan kesehatan fisik dan mental mereka dengan tetap melakukan aktivitas yang menyehatkan, menjaga pola tidur, dan menerapkan pola makan seimbang.

Bagaimana peran support group dan bantuan profesional dalam membantu keluarga mengelola stres serta mendampingi pasien?

Keluarga juga perlu membangun jaringan komuitas dukungan yang lebih luas dan memanfaatkan dukungan komunitas yang tersedia. Keluarga sebaiknya tidak ragu dan terbuka untuk meminta bantuan ketika diperlukan, baik dari kerabat, teman, maupun tenaga kesehatan profesional.

Baca juga: Perokok Pasif 4 Kali Berisiko Kena Kanker Paru dibanding Tidak Terpapar Asap

Grup dukungan dan bantuan profesional memberikan manfaat ganda bagi keluarga dan pasien kanker. Mereka menyediakan ruang aman untuk berbagi pengalaman, mendapatkan dukungan emosional, dan belajar strategi praktis dalam menangani berbagai tantangan. Program ini juga membantu mengembangkan keterampilan pengasuhan dan menghubungkan keluarga dengan sumber daya penting.

Diagnosis dan gejala

Mengapa sering terjadi keterlambatan diagnosis kanker paru-paru?

Keterlambatan diagnosis sering terjadi karena beberapa tantangan utama. Pertama, gejala awal kanker paru-paru, seperti batuk dan kelelahan, sering dianggap ringan dan dikaitkan dengan penyakit yang kurang serius. Kedua, adanya stigma dan kesalahpahaman, terutama di kalangan non-perokok, yang menganggap risiko mereka rendah.

Faktor lain, termasuk keterbatasan akses skrining, seperti CT scan dosis rendah, terutama di daerah dengan sumber daya terbatas. Selain itu, gejala kanker paru-paru sering tumpang tindih dengan kondisi lain, seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau tuberkulosis. Hal ini kerap menyebabkan kesalahan diagnosis.

Baca juga: Mengenal Gejala Kanker Paru-paru yang Muncul di Jari

Apa saja gejala awal yang sering diabaikan, tapi sebenarnya bisa menjadi tanda kanker paru-paru?

Gejala awal kanker paru sering kali luput dari perhatian karena kerap dianggap sebagai masalah kesehatan ringan. Batuk yang tidak kunjung sembuh menjadi salah satu gejala paling umum yang sering diabaikan. Begitu pula dengan sesak napas yang muncul, bahkan saat melakukan aktivitas ringan, sering kali dianggap sebagai kelelahan biasa.

Rasa nyeri atau tidak nyaman di dada juga sering disalahartikan sebagai akibat otot tegang, padahal ini bisa menjadi tanda penting.

Kelelahan yang terus-menerus tanpa penyebab jelas sering dianggap hanya efek dari stres atau kurang istirahat sehingga jarang diperhatikan. Perubahan suara, seperti suara yang menjadi serak atau parau, sering dianggap sepele, meskipun bisa menunjukkan adanya masalah serius.

Baca juga: 10 Gejala Kanker Paru-paru Stadium 4, Pantang Disepelekan

Penurunan berat badan yang terjadi tanpa alasan yang jelas juga kerap diabaikan. Begitu pula dengan hilangnya nafsu makan.

Infeksi saluran pernapasan yang berulang, seperti bronkitis atau pneumonia, sering kali dianggap sebagai hal yang biasa. Padahal, ini bisa menjadi tanda awal kanker paru.

Batuk yang disertai darah, meskipun hanya dalam jumlah kecil, juga bisa menjadi gejala yang berbahaya, tetapi sering tidak segera dikenali sebagai sesuatu yang serius.

Jika gejala-gejala tersebut bertahan lama atau semakin memburuk, sangat penting untuk segera memeriksakan diri ke dokter untuk memastikan penyebabnya.

Baca juga: Ahli Onkologi Parkway Cancer Centre Singapura Ungkap Kombinasi Pengobatan Tepat untuk Pasien Kanker Paru-Paru

Tren dan perkembangan di Asia Tenggara

Bagaimana tren kasus kanker paru di Asia Tenggara, khususnya di kalangan non-perokok, seperti Adrian? Apakah terjadi perubahan demografi yang signifikan?

Di Asia Tenggara, tren kanker paru menunjukkan pergeseran yang signifikan, terutama dengan meningkatnya prevalensi di kalangan non-perokok. Fenomena ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang khas di wilayah tersebut.

1. Faktor lingkungan dan pekerjaan

Paparan polusi dalam ruangan, seperti asap masakan dari bahan bakar biomassa, serta risiko pekerjaan yang melibatkan zat karsinogen, seperti asbes, arsenik, dan hidrokarbon aromatik polisiklik, menjadi kontributor utama risiko kanker paru di kalangan non-perokok di kawasan ini.

2. Kecenderungan genetik

Mutasi genetik, terutama pada gen estimated glomerular filtration rate (EGFR), lebih sering ditemukan pada pasien kanker paru di Asia (40-55 persen) jika dibandingkan populasi Barat (15-20 persen). Mutasi ini berkaitan erat dengan perkembangan adenokarsinoma--jenis kanker paru yang paling umum di kalangan non-perokok dan perempuan.

Baca juga: Perokok Rentan Terkena Kanker Paru Sel Kecil, Lebih Berbahaya?

3. Asap rokok pasif dan tuberkulosis

Paparan asap rokok pasif yang lebih tinggi serta prevalensi tuberkulosis yang juga tinggi di Asia Tenggara menjadi faktor lain yang berkontribusi. Keduanya berhubungan dengan kerusakan paru kronis yang meningkatkan risiko berkembangnya kanker paru.

4. Diagnosis terlambat dan hasil akhir

Gejala awal sering diabaikan oleh non-perokok sehingga diagnosis kerap kali baru dilakukan ketika kanker sudah menyebar. Hal ini berkontribusi pada rendahnya tingkat kelangsungan hidup lima tahun (10-15 persen) di kawasan ini.

Apa saja kemajuan terbaru dalam pengobatan kanker paru di kawasan Asia Tenggara? Bagaimana hal ini memberikan harapan baru bagi pasien?

Terdapat beberapa kemajuan dalam pengobatan kanker paru. Kemajuan tersebut berfokus pada pengobatan presisi, terapi-terapi inovatif, dan peningkatan metode deteksi dini.

Baca juga: Penderita Kanker Paru-paru Pantang Makan Apa?

Pertama, terapi target yang menggunakan obat-obatan, seperti sotorasib. Metode ini menargetkan mutasi KRAS-G12C dan menunjukkan hasil menjanjikan. Utamanya, dalam terapi kombinasi untuk kanker paru non-sel kecil (non-small cell lung cancer/NSCLC).

Kedua, imunoterapi. Penggunaan inhibitor immune checkpoint seperti durvalumab kini semakin luas, terutama untuk pengobatan kanker paru sel kecil (small cell lung cancer/SCLC).

Ketiga, vaksin kanker. Penelitian mengenai vaksin kanker terapeutik, termasuk vaksin berbasis RNA dan vaksin spesifik neoantigen, terus berkembang. Vaksin ini bertujuan melatih sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menyerang sel kanker, terutama jika dikombinasikan dengan imunoterapi.

Keempat, biopsi cair. Kemajuan dalam teknologi DNA tumor yang bersirkulasi (circulating tumor DNA/ctDNA) memungkinkan deteksi sel kanker yang tersisa setelah operasi secara non-invasif. Teknologi ini mendukung perencanaan pengobatan yang lebih personal dan deteksi dini terhadap kemungkinan kekambuhan.

Baca juga: Apakah Kanker Paru-paru Bisa Disembuhkan?

Kelima, kecerdasan buatan (AI) dan biomarker. Kecerdasan buatan kini semakin sering digunakan untuk menganalisis biomarker dan mempersonalisasi pengobatan. Pendekatan berbasis biomarker, seperti menargetkan mutasi EGFR dan ALK, telah terbukti memperpanjang harapan hidup sekaligus meningkatkan kualitas hidup pasien kanker paru.

Seluruh perkembangan ini mencerminkan transformasi pengobatan kanker paru menjadi lebih personal, presisi, dan efektif. Peneliti juga terus mengembangkan kombinasi terapi baru dan teknologi mutakhir untuk memberikan hasil pengobatan yang lebih baik bagi pasien.

Bagi Anda yang mengalami gejala-gejala, seperti batuk berkepanjangan, sesak napas, atau keluhan pernapasan lainnya, jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan dokter. Deteksi dini bisa sangat membantu keberhasilan pengobatan.

Untuk berkonsultasi mengenai layanan kesehatan terkait kanker paru, Anda dapat menghubungi Parkway Cancer Centre di nomor 0811-1934-673 atau mengunjungi www.parkwaycancercentre.com.

Baca tentang

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau