Ketiga, fleksibilitas dalam sistem rujukan. Kebijakan harus membuka ruang fleksibilitas, terutama dalam kasus di mana dokter FKTP menilai bahwa kondisi pasien membutuhkan penanganan lebih lanjut di rumah sakit.
Fleksibilitas ini harus didukung pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan rujukan yang tidak perlu.
Keempat, evaluasi kebijakan secara berkala. Pemerintah harus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan ini, melibatkan masukan dari asosiasi medis, tenaga kesehatan, dan pasien.
Dengan demikian, kebijakan dapat terus disempurnakan agar lebih relevan dan responsif terhadap kebutuhan lapangan.
Kebijakan ini adalah langkah besar dalam reformasi sistem kesehatan Indonesia. Namun, keberhasilannya bergantung pada bagaimana pemerintah dan penyelenggara layanan kesehatan menjembatani kesenjangan antara kebijakan di atas kertas dan kebutuhan medis di lapangan.
Kesehatan masyarakat tidak bisa hanya didekati dari sudut pandang efisiensi. Keamanan, kenyamanan, dan kualitas layanan harus tetap menjadi prioritas utama.
Pemerintah perlu memastikan bahwa fleksibilitas dan adaptasi kebijakan tetap menjadi hal utama agar tidak ada pasien yang merasa diabaikan atau dirugikan.
Kesehatan masyarakat adalah prioritas utama. Kebijakan yang dibuat harus memastikan bahwa setiap pasien mendapatkan perawatan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan kebutuhan medisnya. Jangan sampai efisiensi sistem justru mengorbankan kualitas layanan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.