KOMPAS.com - Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (INASH) menyebutkan bahwa masalah pengendalian hipertensi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan.
Masalah utama, menurut Ketua INASH dr. Eka Harmeiwaty, Sp.N, adalah tingginya angka kasus hipertensi yang tidak terdiagnosis dan rendahnya tingkat kepatuhan pasien dalam mengikuti pengobatan.
Di samping itu, clinical inertia atau kurangnya intensifikasi pengobatan sesuai pedoman oleh tenaga medis juga turut memengaruhi pencapaian target pengendalian tekanan darah.
"Problema pengendalian hipertensi di Indonesia, tidak berbeda dengan negara-negara di Asia Pasifik lainnya. Antara lain tingginya kasus hipertensi yang tidak terdiagnosa, kepatuhan berobat masih rendah, hingga clinical inertia atau kurangnya intensifikasi pengobatan sesuai pedoman oleh tenaga medis juga memengaruhi pencapaian target penurunan tekanan darah," kata Eka, seperti ditulis oleh Antara, Jumat (21/2/2025).
Baca juga: Pemeriksaan Kesehatan Kepala Daerah Terpilih: 30 Persen Punya Kolesterol di Atas Rata-rata
Lebih lanjut, Eka mengungkapkan sejumlah tantangan lainnya, seperti kurangnya pengetahuan masyarakat tentang risiko atau komplikasi hipertensi, kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi garam, serta terbatasnya akses terhadap fasilitas kesehatan.
Faktor kultural dan sosial-ekonomi, bersama dengan rendahnya promosi gaya hidup sehat, juga menjadi hambatan utama.
Berdasarkan data Riskesdas 2018, hanya 1 dari 3 pasien hipertensi yang berhasil mencapai target pengobatan.
Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil Survei Multi-Mitra (MMM) yang dilakukan oleh INASH, yang menemukan bahwa hanya 38,2 persen pasien hipertensi yang berhasil mencapai target pengobatan.
Untuk mencapai target pengendalian hipertensi nasional sebesar 50 persen, dr. Eka menekankan bahwa lebih dari 24 juta penduduk Indonesia yang menderita hipertensi harus memperoleh pengobatan yang efektif.
Baca juga: Tips Hidup Sehat di Usia Senja: Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
Sementara itu, mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2023, sekitar 1,28 miliar penduduk dunia berusia 30-79 tahun mengidap hipertensi.
Hampir dua pertiganya berada di negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun, kurang dari 42 persen dari mereka yang terdiagnosis hipertensi mendapatkan pengobatan, dan hanya 21 persen yang berhasil mencapai target pengobatan.
Walaupun prevalensi hipertensi di Indonesia mengalami penurunan, menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, dari 30,8 persen pada 2018 menjadi 24,1 persen pada tahun ini, dr. Eka tetap menegaskan pentingnya pengendalian hipertensi untuk mencegah komplikasi serius seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, gagal ginjal, kebutaan, dan demensia.
Baca juga: 150 Ucapan Idul Fitri 2025 dan Gambar Selamat Lebaran 1446 H buat Dikirim ke Medsos
Banyak faktor yang memicu hipertensi di Indonesia, di antaranya adalah merokok, obesitas, dan konsumsi garam berlebihan.
Untuk itu, dr. Eka menganjurkan perubahan gaya hidup sehat sebagai langkah pencegahan. Ia menyarankan agar masyarakat mulai membatasi konsumsi garam, serta rajin memeriksa tekanan darah secara rutin.
Pengendalian tekanan darah sangat penting untuk mencegah komplikasi berat dari hipertensi.