KOMPAS.com - Lebih dari dua lusin negara menghadapi "kegagalan yang melumpuhkan" dalam upaya mereka untuk memerangi tuberkulosis (TB) karena bantuan kesehatan global dipangkas.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, pemotongan yang "drastis dan tiba-tiba" tersebut telah membahayakan kemajuan dalam memberantas TB, penyakit menular paling mematikan di dunia, yang dikhawatirkan dapat menyebabkan peningkatan penularan secara global.
TB adalah infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru tetapi juga dapat menyebar ke organ lain. Sebagian orang yang tertular bakteri ini tidak berkembang menjadi penyakit, namun penyakit ini bisa menimbulkan efek yang serius, bahkan kematian.
Pemotongan bantuan telah memengaruhi 27 negara, kata WHO, sebagian besar di Afrika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat.
Baca juga: Kenapa Kasus Tuberkulosis Masih Jadi Perhatian Dunia? Ini Kata Ahli...
Kekurangan dana itu berimbas pada kekurangan personel untuk layanan anti-TB serta pemantauan penyakit. Program diagnostik yang terganggu juga dapat menyebabkan keterlambatan deteksi dan pengobatan.
Pernyataan WHO memang tidak menyebutkan nama negara Amerika Serikat, tetapi berisi beberapa peringatan paling keras dari badan tersebut tentang bagaimana pemotongan besar-besaran program kesehatan global oleh pemerintahan Trump, dan keputusannya untuk menarik diri dari badan kesehatan PBB, berdampak di seluruh negara berkembang dan sekitarnya.
"Kemajuan besar yang telah dicapai dunia dalam melawan TB selama 20 tahun terakhir kini terancam karena pemotongan dana mulai mengganggu akses terhadap layanan pencegahan, penyaringan, dan pengobatan bagi penderita TB," kata kepala WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah pernyataan.
AS telah menjadi salah satu donor terbesar di dunia untuk program anti-TB selama lebih dari dua dekade, yang berarti pemotongan baru-baru ini meninggalkan kesenjangan pendanaan yang besar.
Baca juga: Krisis Kesehatan Global: WHO Minta AS Lanjutkan Pendanaan Bantuan
Bahayanya putus obat
Menurut WHO saat ini ada sembilan negara tengah berjuang untuk mendapatkan obat TB, yang harus diminum pasien setiap hari. Pengobatan TB rata-rata dilakukan selama empat hingga enam bulan agar bakteri penyebab TB benar-benar mati.
Pengobatan tuberkulosis dengan dosis yang tepat sampai tuntas menjadi salah satu kunci utama untuk memutus rantai penularan penyakit tersebut.
Menghentikan pengobatan lebih awal dapat menyebabkan bakteri TB mengembangkan toleransi terhadap obat, sehingga obat tersebut menjadi kurang efektif. Jika ini terjadi maka pasien membutuhkan obat yang lebih keras.
Di Indonesia, juru bicara Kementrian Kesehatan Widyawati dalam sebuah kesempatan mengatakan penghentian operasional USAID berisiko menyebabkan terhentinya dukungan teknis dan sumber daya lainnya untuk mendukung akselerasi program tuberkulosis nasional.
Meski begitu, Widyawati menyampaikan, penyesuaian program telah dilakukan agar kualitas layanan yang diberikan ke masyarakat bisa tetap terjaga sesuai standar. ”Masyarakat tidak usah khawatir karena layanan tuberkulosis tetap berjalan dengan baik,” ucapnya.
Baca juga: 8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.