Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Macetnya Pengobatan TB akibat Pemotongan Dana Bantuan

Kompas.com - 24/03/2025, 19:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

Sumber Euronews

KOMPAS.com - Lebih dari dua lusin negara menghadapi "kegagalan yang melumpuhkan" dalam upaya mereka untuk memerangi tuberkulosis (TB) karena bantuan kesehatan global dipangkas.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, pemotongan yang "drastis dan tiba-tiba" tersebut telah membahayakan kemajuan dalam memberantas TB, penyakit menular paling mematikan di dunia, yang dikhawatirkan dapat menyebabkan peningkatan penularan secara global.

TB adalah infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru tetapi juga dapat menyebar ke organ lain. Sebagian orang yang tertular bakteri ini tidak berkembang menjadi penyakit, namun penyakit ini bisa menimbulkan efek yang serius, bahkan kematian.

Pemotongan bantuan telah memengaruhi 27 negara, kata WHO, sebagian besar di Afrika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat.

Baca juga: Kenapa Kasus Tuberkulosis Masih Jadi Perhatian Dunia? Ini Kata Ahli...

Kekurangan dana itu berimbas pada kekurangan personel untuk layanan anti-TB serta pemantauan penyakit. Program diagnostik yang terganggu juga dapat menyebabkan keterlambatan deteksi dan pengobatan.

Pernyataan WHO memang tidak menyebutkan nama negara Amerika Serikat, tetapi berisi beberapa peringatan paling keras dari badan tersebut tentang bagaimana pemotongan besar-besaran program kesehatan global oleh pemerintahan Trump, dan keputusannya untuk menarik diri dari badan kesehatan PBB, berdampak di seluruh negara berkembang dan sekitarnya.

"Kemajuan besar yang telah dicapai dunia dalam melawan TB selama 20 tahun terakhir kini terancam karena pemotongan dana mulai mengganggu akses terhadap layanan pencegahan, penyaringan, dan pengobatan bagi penderita TB," kata kepala WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah pernyataan.

AS telah menjadi salah satu donor terbesar di dunia untuk program anti-TB selama lebih dari dua dekade, yang berarti pemotongan baru-baru ini meninggalkan kesenjangan pendanaan yang besar.

Baca juga: Krisis Kesehatan Global: WHO Minta AS Lanjutkan Pendanaan Bantuan

Bahayanya putus obat

Menurut WHO saat ini ada sembilan negara tengah berjuang untuk mendapatkan obat TB, yang harus diminum pasien setiap hari. Pengobatan TB rata-rata dilakukan selama empat hingga enam bulan agar bakteri penyebab TB benar-benar mati.

Pengobatan tuberkulosis dengan dosis yang tepat sampai tuntas menjadi salah satu kunci utama untuk memutus rantai penularan penyakit tersebut.

Menghentikan pengobatan lebih awal dapat menyebabkan bakteri TB mengembangkan toleransi terhadap obat, sehingga obat tersebut menjadi kurang efektif. Jika ini terjadi maka pasien membutuhkan obat yang lebih keras.

Di Indonesia, juru bicara Kementrian Kesehatan Widyawati dalam sebuah kesempatan mengatakan penghentian operasional USAID berisiko menyebabkan terhentinya dukungan teknis dan sumber daya lainnya untuk mendukung akselerasi program tuberkulosis nasional.

Meski begitu, Widyawati menyampaikan, penyesuaian program telah dilakukan agar kualitas layanan yang diberikan ke masyarakat bisa tetap terjaga sesuai standar. ”Masyarakat tidak usah khawatir karena layanan tuberkulosis tetap berjalan dengan baik,” ucapnya.

Baca juga: 8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
 
Pilihan Untukmu
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Tren

Belajar dari Titiek Puspa, Kenali Penyebab Pecah Pembuluh Darah dan Risikonya

api-1 . NEXT-READ-V2
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Brandzview

Nunggu Beduk Magrib Lebih Berwarna, DANA Hadirkan NGABUBURICH dengan Hadiah hingga Rp 850 Juta

api-1 .
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Health

Titiek Puspa Alami Pecah Pembuluh Darah, Kenali Kondisi Tersebut

api-1 . NEXT-READ-V2
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Lestari

COP16 Riyadh: Investasi Restorasi Lahan Berdampak Ekonomi 30 Kali Lipat

api-1 . CONTEXT
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Lestari

5,4 Juta Orang di Haiti Alami Kerawanan Pangan Akut

api-1 . CONTEXT
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Lestari

Peneliti UGM Kembangkan Alat Deteksi Dini TBC Berbasis AI

api-1 . CONTEXT
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Brandzview

Agar Khusyuk Ibadah dan Anti-Boros, Siapkan Jadwal Imsakiyah dan Bijak Rencanakan Keuangan

api-1 .
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Money

Xi Jinping Kumpulkan CEO Perusahaan Multinasional di Beijing

api-1 . CONTEXT
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Health

Vaksin TBC M72 Mulai Diuji di Indonesia, Harapan Tekan Kasus pada 2030

api-1 . CONTEXT
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Lestari

Produksi Rendah, Target Pemakaian Avtur Berkelanjutan Terancam Gagal

api-1 . CONTEXT
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Tren

Peneliti UGM Kembangkan AI untuk Deteksi Dini TBC

api-1 . CONTEXT
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Prov

Jurnalis Juwita Diduga Dibunuh Kekasihnya, Oknum TNI AL, Jelang Pernikahan

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Hype

Deretan Artis Klarifikasi Usai Namanya Masuk Daftar Boikot

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Tren

Indonesia Vs Bahrain Tayang di TV Mana? Berikut Jadwal dan Link Live Streaming-nya

api-1 . POPULAR-INDEX

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
[FULL] Kapolri soal Pantauan Arus Mudik Lebaran 2025: Fatalitas dan Keamanan Lebih Baik dari Tahun
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau