Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/03/2022, 16:00 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tidak hanya disebabkan oleh infeksi virus, hepatitis juga dapat disebabkan oleh gangguan autoimun yang disebut hepatitis autoimun.

Hepatitis autoimun merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang sel-sel hati yang sehat.

Hati merupakan organ yang berfungsi untuk menyaring toksin dan zat-zat berbahaya bagi tubuh, serta membantu proses pencernaan.

Baca juga: 9 Makanan yang Baik Dikonsumsi Penderita Hepatitis

Sistem kekebalan tubuh yang secara keliru menyerang sel-sel hati akan menyebabkan peradangan dan pembengkakan pada hati yang disebut hepatitis.

Jika tidak ditangani dengan tepat, hepatitis autoimun akan mengakibatkan terbentuknya jaringan parut pada hati (sirosis hati) hingga gagal hati.

Pada kasus yang parah, penderita mungkin memerlukan transplantasi hati untuk mengangkat organ hati yang rusak.

Gejala

Merangkum WebMD dan Mayo Clinic, gejala hepatitis autoimun cukup bervariasi dengan tingkat keparahan kondisi yang berbeda pada tiap penderita.

Namun, terdapat beberapa gejala umum dari hepatitis autoimun, di antaranya:

  • Kelelahan
  • Perut terasa tidak nyaman atau nyeri
  • Penyakit kuning (jaundice) yang ditandai dengan menguningnya kulit dan bagian putih mata (sklera)
  • Pembesaran organ hati
  • Pelebaran pembuluh darah pada kulit yang berbentuk seperti sarang laba-laba pada kulit (spider angioma)
  • Ruam kulit
  • Nyeri sendi
  • Berhentinya siklus menstruasi pada wanita
  • Nafsu makan berkurang
  • Penurunan berat badan
  • Mual dan muntah
  • Urine berwarna gelap atau kecokelatan
  • Feses berwarna pucat
  • Diare
  • Pembengkakan limpa
  • Munculnya batu kantong empedu
  • Menurunnya fungsi otak.

Baca juga: 11 Gejala Hepatitis yang Tak Boleh Disepelekan

Penyebab

Dikutip dari National Organization for Rare Disorders, hingga saat ini penyebab hepatitis autoimun masih belum diketahui secara pasti.

Namun, kondisi ini diduga disebabkan oleh dua faktor, yaitu interaksi antara gen yang mengontrol sistem imun, serta pengaruh virus dan obat-obatan tertentu.

Obat-obatan yang diduga berkaitan dengan penyakit ini, seperti minocycline, nitrofurantoin, dan hidralazin.

Sementara itu, infeksi yang diduga memicu penyakit ini adalah hepatitis (A, B, C, dan D), herpes simpleks, dan cytomegalovirus (CMV).

Sesuai namanya, hepatitis autoimun terjadi ketika sistem imun secara keliru menyerang sel-sel hati yang sehat.

Serangan sistem imun inilah yang kemudian menyebabkan peradangan dan kerusakan serius pada sel-sel hati.

Faktor risiko

Merangkum Healthline dan Mayo Clinic, sejumlah kondisi berikut meningkatkan risiko seseorang terkena hepatitis autoimun:

  1. Riwayat hepatitis autoimun pada keluarga
  2. Terpapar infeksi tertentu, seperti virus campak, virus herpes simpleks, dan virus Epstein-Barr
  3. Berjenis kelamin perempuan
  4. Mengonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya minocycline
  5. Menderita penyakit autoimun lainnya, seperti rheumatoid arthritis, hipertiroidisme, penyakit celiac, dan sindrom Sjogren.

Baca juga: 7 Jenis Hepatitis yang Perlu Diwaspadai

Diagnosis

Dilansir dari WebMD, diagnosis hepatitis autoimun diawali dengan anamnesis mengenai gejala, riwayat medis, dan gaya hidup pasien.

Selanjutnya, dokter akan melakukan tes darah untuk mendeteksi keberadaan autoantibodi yang menjadi tanda dari penyakit autoimun.

Tes darah juga dapat membedakan hepatitis autoimun dengan jenis hepatitis lainnya dan penyakit lain dengan gejala serupa, serta menilai fungsi hati.

Jika diperlukan, dokter mungkin akan mengambil sampel jaringan dari hati (biopsi hati) untuk diperiksa lebih lanjut menggunakan mikroskop.

Perawatan

Mengutip Mayo Clinic, penanganan hepatitis autoimun bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan serangan sistem imun pada organ hati.

Berikut beberapa tindakan penanganan bagi penderita hepatitis autoimun:

  • Obat-obatan

Dokter akan meresepkan obat-obatan yang dapat menekan respons sistem kekebalan tubuh, seperti prednison dan azatioprin.

Namun, penggunaan prednison jangka panjang dapat menyebabkan sejumlah efek samping, seperti diabetes, osteoporosis, osteonecrosis, hipertensi, katarak, dan glaukoma.

Dokter akan memberikan prednison dosis tinggi selama satu bulan pertama pengobatan.

Baca juga: Apakah Penyakit Hepatitis Menular?

Setelah itu, dokter akan menurunkan dosis prednison secara perlahan-lahan untuk mengendalikan penyakit dan menghindari efek samping.

  • Transplantasi Hati

Apabila obat-obatan tidak efektif menghambat perkembangan penyakit maka pasien akan mengalami sirosis, bahkan gagal hati.

Kondisi ini hanya dapat ditangani melalui transplantasi hati, di mana dokter akan mengangkat organ hati yang rusak dan menggantinya dengan hati donor yang sehat.

Komplikasi

Dilansir dari situs Healthline, apabila tidak ditangani dengan benar, hepatitis autoimun dapat menimbulkan sejumlah komplikasi berikut:

  1. Terbentuknya jaringan parut pada hati (sirosis hati)
  2. Gagal hati
  3. Kanker hati
  4. Peningkatan tekanan vena portal (hipertensi portal), yaitu pembuluh darah yang mengalirkan darah dari organ sistem pencernaan ke hati
  5. Varises esofagus, yaitu pembesaran pembuluh darah vena pada lapisan esofagus (kerongkongan)
  6. Asites, yaitu penumpukan cairan di dalam rongga perut (peritoneum)

Pencegahan

Merangkum WebMD dan Cleveland Clinic, dikarenakan penyebab hepatitis autoimun masih belum diketahui secara pasti, menyebabkan kondisi ini tidak dapat dicegah.

Baca juga: Penularan Hepatitis Melalui Hubungan Seksual

Namun, penerapan gaya hidup sehat dapat membantu mengurangi risiko terkena penyakit ini, seperti:

  • Mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur
  • Tidak mengonsumsi alkohol
  • Hindari konsumsi obat atau suplemen secara sembarangan tanpa anjuran dari dokter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com