Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/02/2022, 15:00 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Autisme merupakan kelainan perkembangan otak dan saraf yang menyebabkan gangguan perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial.

Gangguan ini mencakup berbagai kondisi, seperti gangguan austik, gangguan perkembangan pervasif (PDD-NOS), childhood disintegrative disorder, dan sindrom Asperger.

Autisme merupakan kondisi yang tidak dapat disembuhkan. Gejala autisme biasanya dimulai pada masa kanak-kanak.

Baca juga: Terapi Pelihara Kucing Ampuh Tingkatkan Kemampuan Sosial Anak Autisme

Gejala dan tingkat keparahan autisme cukup bervariasi dan dapat berbeda pada tiap penderita. Maka dari itu, autisme disebut sebagai gangguan spektrum autisme.

Autisme menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan untuk memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain.

Akibatnya, mereka cenderung kesulitan untuk mengekspresikan diri, baik dengan kata-kata, gerak tubuh, ekspresi wajah, ataupun sentuhan.

Anak dengan autisme akan lebih sensitif dan memiliki perilaku acuh tak acuh terhadap lingkungan di sekitarnya.

Mereka juga cenderung melakukan sesuatu yang diulang-ulang dan memiliki ketertarikan yang terbatas dan obsesif.

Autisme juga menyebabkan penderitanya mengalami gangguan atau kesulitan dalam belajar, berbahasa, serta memproses informasi.

Meskipun mengalami gangguan belajar, anak dengan autisme bisa saja memiliki keahlian di bidang lain, seperti seni,musik, dan matematika.

Hingga saat ini tidak ada obat yang dapat menyembuhkan autisme. Namun, perawatan intensif dan sejak dini dapat membantu meningkatkan kualitas hidup penderita.

Gejala

Merangkum Mayo Clinic dan Psychology Today, gejala autisme biasanya muncul ketika anak berusia dua tahun.

Namun pada sebagian kasus, gejala autisme muncul ketika anak berusia kurang dari satu tahun atau baru muncul ketika dewasa.

Baca juga: Autisme: Ciri-ciri, Penyebab, dan Cara Menangani

Beberapa gejala yang mungkin muncul, meliputi tidak adanya kontak mata dan kurangnya respons terhadap lingkungan.

Setiap anak dengan autisme memiliki pola perilaku yang unik dan tingkat keparahan kondisi yang berbeda-beda pada tiap penderita.

Berikut beberapa gejala yang biasanya dialami oleh penderita autisme:

Gangguan komunikasi dan interaksi sosial

Sebagian penderita autisme mungkin mengalami perkembangan secara normal pada beberapa tahun pertama kehidupan. Beberapa di antaranya juga mahir dalam berbicara.

Akan tetapi, kemampuan tersebut dapat menghilang seiring bertambahnya usia. Kondisi ini biasanya muncul ketika anak memasuki usia dua tahun.

Selain itu, terdapat gejala lain yang berkaitan dengan gangguan komunikasi dan interaksi sosial, seperti:

  1. Tidak merespons saat dipanggil atau bersikap seolah-olah tuli
  2. Tidak mau dipeluk dan lebih suka menyendiri atau menarik diri dari pergaulan
  3. Lebih senang menyendiri, seperti berada di dunianya sendiri
  4. Menghindari kontak mata dan kurang menunjukkan ekspresi wajah
  5. Mengalami keterlambatan bicara atau ketidakmampuan untuk bicara
  6. Tidak dapat memulai atau meneruskan percakapan, meskipun hanya untuk meminta sesuatu
  7. Memiliki nada bicara yang unik atau tidak biasa, misalnya seperti robot
  8. Sering mengulang kata tanpa menggunakannya secara tepat
  9. Tidak memahami pertanyaan atau petunjuk sederhana
  10. Tidak pernah mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan emosi dan tidak peka terhadap perasaan orang lain
  11. Kurang mampu berinteraksi, misalnya tidak bereaksi terhadap mainan atau rangsangan lain yang umumnya bagi anak lain menarik
  12. Enggan berbagi, berbicara, atau bermain dengan orang lain
  13. Sulit memahami apa yang diucapkan, dipikirkan, dan dirasakan orang lain.

Baca juga: Kenali Gejala Autisme Pada Anak

Gangguan pola perilaku

Penderita autisme biasanya memiliki pola perilaku, minat, atau aktivitas yang terbatas dan dilakukan secara berulang.

Berikut beberapa gejala yang berkaitan dengan gangguan pola perilaku pada penderita autisme:

  1. Melakukan gerakan berulang, seperti mengepakkan atau mengayunkan tangan
  2. Melakukan aktivitas atau perilaku yang dapat melukai diri sendiri, seperti menggigit tangan atau membenturkan kepala ke dinding
  3. Memiliki pola aktivitas yang selalu sama dan marah ketika terjadi perubahan
  4. Memiliki bahasa atau gerakan tubuh yang aneh dan cenderung kaku
  5. Terpaku pada objek tertentu, misalnya tertarik pada roda mobil-mobilan tanpa memikirkan bagaimana cara menggunakan mainan tersebut
  6. Sensitif terhadap cahaya, suara, atau sentuhan, tetapi tidak merespons rasa sakit atau perubahan suhu
  7. Memiliki kelainan pada pola gerakan, misalnya berjalan dengan berjinjit
  8. Sangat bergantung pada suatu benda
  9. Hanya menyukai atau mengonsumsi makanan tertentu, misalnya tidak suka makanan dengan tekstur tertentu.

Selain gejala di atas, penderita autisme juga kerap mengalami beberapa kondisi berikut:

  • ADHD
  • Gangguan kecemasan
  • Depresi
  • Epilepsi
  • Sulit tidur
  • Gangguan gastrointestinal atau gangguan pencernaan
  • Sindrom fragile-X atau kecacatan intelektual.

Baca juga: Penyebab Autisme dan Faktor Risikonya

Penyebab

Dirangkum dari Autism Recovery Network Indonesia dan Psychology Today, penyebab autisme masih belum diketahui secara pasti.

Kondisi ini diduga disebabkan oleh faktor genetik, di mana seseorang yang memiliki keluarga dengan riwayat autisme cenderung lebih berisiko mengalami autisme.

Autisme tidak disebabkan oleh kesalahan pola asuh dari orang tua ataupun trauma masa kecil.

Perlu diketahui bahwa pemberian vaksin tidak menyebabkan autisme. Sebaliknya, pemberian vaksin akan membuat anak terhindar dari infeksi berbahaya.

Faktor risiko

Merangkum Encyclopedia Britannica dan Healthline, beberapa kondisi yang meningkatkan risiko seseorang mengalami autisme, meliputi:

  • Memiliki anggota keluarga yang mengalami autisme
  • Memiliki kelainan genetik, seperti sindrom fragile-X
  • Dilahirkan dari kedua orang tua yang berusia lebih dari 40 tahun
  • Berat badan lahir rendah (BBLR)
  • Paparan logam berat dan polusi
  • Infeksi pada masa kehamilan, seperti rubella yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan saraf janin
  • Dilahirkan dari ibu yang mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti asam valproat untuk mengatasi epilepsi dan thalomid yang digunakan untuk menangani multiple myeloma
  • Berjenis kelamin laki-laki
  • Dilahirkan dari ibu yang menggunakan antidepresan, seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), selama masa kehamilan.

Baca juga: Punya Gejala Serupa, Apa Beda Sindrom Asperger dan Autisme?

Diagnosis

Dirangkum dari situs Mayo Clinic dan WebMD, tidak ada tes atau pemeriksaan tunggal yang dapat memastikan diagnosis autisme.

Diagnosis autisme umumnya dapat ditegakkan ketika anak berusia 18 bulan hingga 5 tahun melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter anak.

Pada pemeriksaan tersebut dokter akan mengamati tumbuh kembang anak, serta melakukan tanya jawab mengenai gejala dan riwayat kesehatan keluarga pasien.

Melalui pemeriksaan tersebut dokter juga dapat mengetahui apakah anak mengalami keterlambatan perkembangan.

Setelah itu, dokter mungkin akan melakukan beberapa pemeriksaan berikut untuk memastikan diagnosis autisme:

  1. Melakukan observasi pada anak dan menanyakan bagaimana interaksi sosial, kemampuan berkomunikasi, dan perubahan perilaku anak pada orang tua
  2. Memberikan tes pada anak, meliputi kemampuan mendengar, berbicara, berbahasa, tingkat perkembangan, serta masalah sosial dan perilaku
  3. Menyajikan suatu interaksi komunikasi dan sosial yang terstruktur pada anak dan menilai bagaimana anak merespons interaksi tersebut
  4. Melakukan tes genetik untuk mendeteksi apakah anak memiliki kelainan genetik, seperti sindrom Rett atau sindrom fragile-X
  5. Menggunakan kriteria-kriteria dari DSM-5 untuk mendiagnosis apakah anak mengalami autisme.

Dalam mendiagnosis autisme, diagnostic and statistical manual of mental disorders edisi kelima (DSM-5) menyebutkan bahwa pasien harus memiliki dua ciri berikut:

Baca juga: Gejala Autisme pada Anak Usia 4 Tahun

  • Mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan melakukan interaksi sosial
  • Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas dan dilakukan secara berulang.

Perawatan

Merangkum Mayo Clinic dan WebMD, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan autisme.

Namun, terdapat berbagai metode terapi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pasien dan mengatasi gejala gangguan spektrum autisme.

Metode terapi yang diterapkan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan kondisi pasien secara keseluruhan.

Berikut beberapa metode terapi yang dapat membantu mengatasi autisme:

Terapi perilaku dan komunikasi

Terapi ini bertujuan untuk mengatasi berbagai gangguan perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial akibat autisme.

Melalui terapi ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.

Terdapat beberapa jenis terapi perilaku dan komunikasi yang dapat diberikan, di antaranya:

  1. Applied Behaviour Analysis (ABA)
    Terapi ini membantu penderita autisme agar dapat berperilaku atau bertindak positif, serta meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi di segala situasi
  2. Developmental, Individual Differences, Relationship-Based Approach (DIR)
    Metode yang juga disebut floortime ini bertujuan untuk mengembangkan hubungan emosional dan intelektual antara penderita autisme dan keluarga
  3. Treatment and education of autistic and related communication-handicapped children (TEACCH)
    Menggunakan isyarat visual, seperti gambar yang menunjukkan tahapan dalam melakukan sesuatu sehingga pasien lebih mudah memahaminya
  4. The Picture Exchange Communication System (PECS)
    Menggunakan isyarat visual berupa simbol agar pasien berani bertanya sehingga terjalin komunikasi.

Baca juga: 6 Tanda Awal Autisme pada Bayi yang Perlu Diketahui

Terapi untuk keluarga

Terapi keluarga dilakukan agar orang tua dan anggota keluarga lainnya dapat belajar bagaimana bermain dan berinteraksi dengan pasien.

Dengan begitu, mereka dapat membantu pasien beraktivitas, serta mengajarkan cara berkomunikasi dan berperilaku yang baik kepada pasien

Terapi lain

Terapi yang diberikan akan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

Jika pasien mengalami kesulitan atau masalah dalam berbicara dan berkomunikasi maka terapi wicara dapat membantunya.

Sementara jika orang tua ingin agar pasien diajarkan mengenai aktivitas-aktivitas sehari-hari sehingga dapat hidup lebih mandiri, pasien dapat mengikuti terapi okupasi.

Terapi fisik atau fisioterapi mungkin diperlukan jika pasien ingin meningkatkan rentang sendi dan membangun keseimbangan tubuh.

Obat-obatan

Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan autisme, tetapi terdapat obat yang dapat membantu mengendalikan gejala, seperti:

  1. Obat antipsikotik, seperti risperidon, untuk mengatasi gangguan tingkah laku
  2. Antidepresan, untuk mengatasi gangguan kecemasan dan depresi
  3. Obat antikonvulsan atau antikejang, untuk mengatasi kejang
  4. Obat untuk mengatasi gangguan tidur atau insomnia, misalnya melatonin.

Baca juga: 8 Gejala Sindrom Asperger yang Khas

Pasien juga harus mendapat asupan gizi dan nutrisi yang cukup karena terdapat dugaan bahwa menghindari konsumsi gluten dan produk susu dapat meringankan gejala.

Namun, tidak ada penelitian yang membuktikan bahwa pantangan tersebut efektif mengatasi gejala autisme.

Di samping itu, membatasi konsumsi produk susu akan mengurangi asupan kalsium dan menghambat pertumbuhan tulang.

Padahal, anak-anak yang mengalami autisme cenderung memiliki kepadatan tulang yang lebih rendah dibandingkan dengan anak tidak autis.

Maka dari itu, sebaiknya orang tua melakukan konsultasi mengenai asupan nutrisi yang tepat bagi penderita autisme.

Komplikasi

Menurut Mayo Clinic, autisme dapat menyebabkan beberapa komplikasi berikut:

  • Masalah di sekolah dan keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran
  • Masalah ketenagakerjaan
  • Ketidakmampuan untuk hidup mandiri
  • Isolasi sosial, yaitu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan, bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya
  • Stres dalam keluarga
  • Menjadi korban penindasan atau perundungan.

Pencegahan

Dikutip dari WebMD, autisme merupakan kondisi yang tidak dapat dicegah karena penyebabnya masih belum diketahui secara pasti.

Baca juga: Apa itu Sindrom Asperger?

Namun, beberapa tindakan berikut dapat mengurangi risiko seorang anak mengalami autisme:

  • Menjalani gaya hidup sehat, seperti melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, dan rutin berolahraga
  • Hindari konsumsi minuman beralkohol selama kehamilan
  • Konsultasikan dengan dokter kandungan mengenai obat atau suplemen yang hendak dikonsumsi, jangan mengonsumsi obat secara sembarangan
  • Lakukan pemeriksaan dan pengobatan sesuai anjuran dokter jika menderita penyakit, terutama penyakit celiac atau fenilketonuria (PKU)
  • Pastikan telah mendapatkan vaksin sebelum hamil, terutama vaksin rubella.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau