KOMPAS.com - Preeklamsia adalah komplikasi kehamilan yang biasanya muncul setelah kandungan menginjak usia 20 minggu.
Di beberapa kasus, preeklamsia juga bisa terjadi di akhir kehamilan, atau tepat setelah ibu hamil melahirkan.
Tingkat keparahan preeklamsia pada ibu hamil bisa bervariasi, antara ringan sampai berat.
Baca juga: 3 Penyebab Protein Urine pada Ibu Hamil Tinggi dan Perlu Diwaspadai
Menurut Mayo Clinic, preeklamsia yang tidak ditangani dampaknya bagi ibu maupun janin di dalam kandungan bisa sampai fatal.
Bahaya preeklamsia pada janin bisa membuat aliran darah yang mengalir ke plasenta jadi terhambat. Sehingga, bayi rentan lahir sangat kecil atau lahir prematur.
Selain itu, bahaya preeklamsia juga bisa dialami saat bayi sudah lahir, antara lain:
Baca juga: Kapan Waktu yang Tepat untuk Hamil Lagi Setelah Keguguran?
Sedangkan bagi ibu hamil, bahaya preeklamsia yang tidak ditangani bisa menyebabkan komplikasi seperti:
Preeklamsia juga dapat menyebabkan plasenta terpisah dari rahim atau solusio plasenta. Kondisi ini bisa menyebabkan bayi meninggal saat lahir.
Mengingat bahaya preeklamsia, ibu hamil perlu rutin memeriksakan kandungannya, serta membekali dirinya dengan pengetahuan seputar preeklamsia.
Dengan mendeteksi preeklamsia sejak dini, risiko komplikasi bisa dicegah.
Baca juga: Perbedaan Flek Hamil dan Mentsruasi
Namun, mereka belum mengetaui penyebab pasti disfungsi plasenta pada penderita preeklamsia tersebut.
Beberapa pakar ada juga yang menyebut penyebab preeklamsia dipengaruhi nutrisi yang buruk dan pengaruh asupan tinggi lemak selama kehamilan.
Selain itu, preeklamsia juga bisa disebabkan kurangnya aliran darah ke rahim.
Baca juga: Fakta Seputar Plasenta Previa, Biang Pendarahan pada Ibu Hamil
Di luar penyebab preeklamsia di atas, ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan peluang ibu hamil mengalami komplikasi kehamilan ini, antara lain:
Baca juga: Tanda dan Penyebab Pendarahan Setelah Melahirkan yang Wajib Diwaspadai