Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Dampak Fisik dan Psikologis Pernikahan Dini

Kompas.com - 09/02/2024, 11:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

 

KOMPAS.com - Perkawinan dini berdampak serius pada kesehatan perempuan. Terutama jika terjadi kehamilan dan melahirkan di usia dini karena bisa mengancam keselamatan jiwa.

Menurut undang-undang, batas usia minimun bagi perempuan dan laki-laki untuk menikah adalah 19 tahun.

Pernikahan yang terjadi sebelum usia ini termasuk dalam pernikahan dini dan angkanya cukup tinggi di Indonesia.

Pernikahan dini yang menyebabkan kehamilan usia dini dapat berdampak pada kualitas anak yang dilahirkan.

Jumlah anak yang lahir dari ibu yang berusia dini sangat berkaitan dengan tingginya angka stunting di Indonesia. Itu karena nutrisi dari ibu sangat minim.

Baca juga: Kepala BKKBN Sebut Fenomena Seks Bebas di Kalangan Remaja Berakibat Maraknya Pernikahan Dini

"Kehamilan di usia yang belum waktunya sangat berdampak bagi kesehatan. Pada ibu dampaknya bisa keguguran, anemia, bahkan kematian ibu," papar dr.Boy Abidin Sp.OG dalam acara media gathering yand diadakan oleh PT.Darya Varia di Jakarta (6/2/2024).

Sementara itu pada bayi yang dilahirkan risikonya juga tidak kalah ringan. Bayi beresiko lahir dengan berat badan rendah, kelahiran prematur, dan stunting.

"Perempuan usia remaja yang menjadi ibu juga belum siap untuk menyusui dan merawat bayi," paparnya.

Pernikahan dini juga menimbulkan dampak psikologis. Remaja yang menikah di usia dini biasanya memiliki kesejahteraan hidup yang lebih rendah. Risiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga tinggi.

Data menunjukkan, 50 persen perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun lebih berisiko mengalami KDRT. Selain itu, tingkat depresi, kecemasan, serta memiliki pikiran untuk bunuh diri juga lebih tinggi.

Baca juga: Upaya Mengatasi Stunting Perlu Fokus pada Pencegahan

Pendidikan seks

Pola asuh orangtua berperan penting untuk mencegah pernikahan dini.

Orangtua harus lebih terbuka dan dekat dengan anak agar bisa melakukan edukasi tentang pacaran, pernikahan, berteman, hingga topik yang kadang dianggap tabu, yakni pendidikan seksual dan reproduksi.

"Program edukasi seks dan reproduksi di usia remaja penting, karena dapat menambah pengetahuan dan sikap yang diperlukan untuk membuat keputusan bertanggung jawan tentang seksualitas," kata dr.Boy.

Faktanya, saat ini kebanyakan anak masih mencari informasi tentang kesehatan seks dan reproduksi sendiri dari internet atau media sosial yang sangat rentan mendapat informasi keliru.

"Generasi Z sekarang ini sangat mudah mengakses informasi. Sebenarnya sebagai orangtua kita bisa lebih mudah karena tinggal mengarahkan, supaya tidak salah arah," ujarnya.

Pendidikan seks dan reproduksi, lanjutnya, perlu dimulai sejak dini disesuaikan dengan tingkat usia anak dan perkembangan zaman.

Baca juga: Dampak Buruk Anak Tidak Dapat Pendidikan Seks Sejak Dini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com