KOMPAS.com - Pentingnya sarapan tak juga menggugah sebagian masyarakat untuk rutin melakukannya. Ancaman risiko obesitas hingga serangan jantung yang lebih besar, nyatanya tak cukup menekankan pentingnya asupan nutrisi di pagi hari sebelum beraktivitas.
Salah satu alasan yang kerap diajukan adalah tidak ada nafsu makan saat waktunya sarapan, atau terburu waktu bekerja. Akibatnya sarapan dilewatkan begitu saja dan ditumpuk dengan makan siang.
Menurut dokter ahli tidur, Dr. Neil Stanley, kondisi ini memang nyata terjadi pada sebagian orang. Hal ini disebabkan jam biologis yang cenderung lebih lambat dibanding orang kebanyakan. Akibatnya, metabolisme tubuh melamban yang berefek pada rasa lapar yang tidak segera datang, walau waktu sarapan sudah tiba.
“Normalnya, saat bangun pagi sejumlah proses dalam tubuh dimulai termasuk timbulnya rasa lapar. Namun pada orang dengan jam biologis lambat, kondisi ini tidak terjadi. Bila orang tersebut bangun pada pukul 7 rasa lapar baru timbul pukul 9 atau 10,” kata Stanley.
Jam biologis lambat ditandai usaha ekstra yang dilakukan hanya untuk sarapan. Orang dengan jam biologis lambat, kata Stanley, sebaiknya tidak memaksakan diri sarapan setelah bangun pagi. Stanley menyarankan odang dengan jam biologis lambat selalu membawa bekal, sehingga bisa segera dimakan saat rasa lapar timbul.
Jam biologis lambat memang bisa bersifat warisan antar keluarga. Namun kondisi ini hanya mempengaruhi 10 persen dari total populasi. Stanley memperingatkan, jam tidur yang tidak teratur bisa menjadi penyebab utama. Jam tidur malam yang berantakan mengakibatkan kacaunya jam biologis dalam tubuh. Stanley menyarankan untuk memiliki jam tidur tetap, sehingga bisa teratur sarapan di pagi hari.
Sulitnya memancing selera sarapan, menyebabkan beberapa orang memilih menu yang sesuai selera saat makan pagi. Melalui pemilihan makanan sesuai mood, diharapkan mood makan timbul dan bisa mengasup nutrisi sesuai kebutuhan.
Meski tidak melarang, pakar Catherine Collins, memperingatkan masyarakat lebih waspada memilih menu saat sarapan. Menu karbohidrat kompleks seperti roti gandum dan beras merah, lebih disarankan daripada hidangan karbohidrat sederhana misalnya nasi dan roti putih. Hal ini dikarenakan pelepasan glukosa yang lebih lambat dibanding makanan berkarbohidrat sederhana. Sehingga, karbohidrat komplek lebih lama membuat kenyang dan memenuhi kebutuhan energi.
Makanan berkarbohidrat sederhana juga menyebabkan gula darah meningkat drastis dan bertahan hanya dalam waktu singkat. Selanjutnya gula darah juga menurun sangat cepat. Bila terus berulang, kondisi ini bisa memicu resistensi insulin yang berujung diabetes.
Collins juga menyarankan masyarakat waspada memilih menu yang tampak berporsi sedikit, padahal kandungan nutrisinya sudah cukup bagi tubuh. “Waspadalah pada pilihan makanan. Cereal misalnya, lebih mudah memenuhi mangkuk dibanding granola. Akibatnya seringkali dianggap porsi granola belum mencukupi, padahal dari segi kalori jumlah sudah belebih,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.