Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/07/2013, 11:59 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

Cara dan posisi menyusui yang salah kerap kali membuat bayi tidak nyaman sehingga menangis dan ibu menjadi stres sehingga air susu terhambat. Untuk bisa memberikan ASI dengan benar, ibu juga harus memperhatikan gerakan bayi saat menghisap.

"Isapan pada puting susu ibu akan merangsang dikeluarkannya hormon-hormon yang berfungsi untuk produksi ASI," kata dokter yang biasa disapa dr.Tiwi ini dalam acara temu media yang diadakan oleh Pigeon di Jakarta beberapa waktu lalu.

Makin sering dan makin lama bayi menyusu pada payudara, makin banyak jumlah ASI yang diproduksi. Bila bayi kenyang karena diberi makanan atau minuman lain selain ASI, maka bayi akan malas untuk menyusu sehingga produksi ASI berkurang.

Selain itu pemberian ASI melalui dot terlalu dini juga bisa membuat bayi "bingung puting" sehingga bayi tidak mau menyusu lagi melalui payudara. Karena itu Tiwi menganjurkan agar bayi yang tidak dapat menyusu langsung pada payudara ibu diberikan ASI dengan sendok.  

Menurut dr.Luh Karunia Wahyuni, Sp.KFR, keterampilan bayi dalam menghisap ASI dan mengeluarkan suara memiliki persamaan mendasar, yakni mempergunakan alat gerak oral (oromotor).

"Bayi juga melalui proses belajar melakukan gerakan oromotor sampai tercapai gerakan otomatis dan terampil," katanya.

Menurut dia, keberhasilan bayi untuk menghisap dan menelan ASI harus diawali dengan posisi menyusui yang tepat. "Menyusui itu bagi bayi setara dengan lari cepat 100 meter sehingga melelahkan. Tapi dari kegiatan ini anak belajar dan otot-ototnya bekerja, termasuk meningkatkan kemampuan kontrol lehernya," katanya.

Meski tidak direkomendasikan, menurut Tiwi penggunaan dot kadang-kadang diperlukan. "Terutama jika bayi sudah berusia lebih dari tiga atau empat bulan yang gizinya kurang karena berat badannya tidak naik-naik," katanya.

Tetapi penggunaan dot sebaiknya tidak untuk bayi yang sudah mulai masuk dalam tahap pengenalan makan karena bisa mengganggu fase-fase perkembangannya.

"Kalau sudah besar masih ngedot, itu seperti kembali belajar skill awal sehingga keterampilannya tidak maju-maju. Padahal, ada fase anak belajar pakai sendok, mengunyah, dan lain-lain," kata dr.Luh Karunia Wahyuni, SpKFR, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ditambahkan oleh Tiwi, penggunaan dot berkepanjangan juga beresiko menyebabkan anak mengalami gigi berlubang atau infeksi telinga.

Tiwi berpendapat, sedapat mungkin ibu harus berjuang memberikan ASI bagi bayinya karena kandungan ASI yang sangat lengkap. Selain untuk tumbuh kembang, ASI juga sempurna untuk meningkatkan kecerdasan bayi dan sesuai dengan saluran cerna bayi.

Pilihan ibu bekerja

Seperti halnya Ninta atau Wawa, ribuan ibu bekerja di kota besar seperti Jakarta, harus berjuang ekstra keras untuk dapat memberikan ASI eksklusif bagi bayi mereka seperti yang dianjurkan dunia kedokteran.

Berdasarkan studi Infant Feeding Research tahun 2005, penggunaan susu formula memang mengalami penurunan dan angka pemberian ASI eksklusif meningkat sampai 95 persen. Namun demikian, dari angka menyusui tadi, terjadi penurunan pemberian ASI secara langsung dari payudara ibunya sebesar 42-49 persen. Dengan kata lain, banyak ibu yang memerah ASI kemudian dimasukkan ke dalam botol lalu diberikan pada bayi.

"Sebagian besar ibu memang hanya memberikan ASI secara langsung selama cuti melahirkan saja. Setelah bekerja, tentu mereka harus meninggalkan bayinya di rumah dengan pengasuhnya," kata Saturo Saito, Manager Baby & Mother Care Laboratory, Pigeon R&D Jepang, di Jakarta.

Didasari fakta tersebut, Saito mengatakan Pigeon terus berinovasi membuat dot yang dapat membuat bayi menyedot ASI dengan sempurna dan dibuat semirip mungkin dengan anatomi puting susu ibu sehingga bayi dapat menyusui dengan alamiah.

"Dot Pigeon terbaru yang disebut Peristaltic Plus Nipple ini memiliki keunggulan dalam soal perlekatan, struktur yang fleksibel dan memudahkan gerakan peristaltik alami, serta aliran susu tidak mudah tumpah untuk menghindari bayi tersedak," katanya.

Ketiga manfaat tersebut, menurut Saito, sudah dibuktikan lewat penelitian di 200 rumah sakit di Jepang. Studi tersebut mencakup bagaimana bayi menghisap, pengukuran lidah dan puting, serta koordinasi bayi dalam menghisap, menelan, dan berpanas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com