Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/12/2014, 15:00 WIB

Saeful yang hanya lulusan SD minum cairan oplosan karena takut kehilangan teman. ”Ternyata teman-teman saya masih banyak walau sejak keluar rumah sakit saya berhenti minum sampai sekarang,” ujarnya.


Metanol

Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Virna Dwi Oktariana, mengatakan, kandungan metanol dalam cairan oplosan bisa memicu kebutaan. Demikian pula alkohol kadar tinggi ataupun akumulasi dari konsumsi alkohol berlebihan.

Alkohol 70 persen sering kali digunakan dokter untuk mencuci tangan sebelum operasi. ”Kuman saja bisa mati, apalagi sel-sel dalam tubuh,” katanya.

Pada cairan oplosan, metanollah pemicu kerusakan sel saraf mata hingga menimbulkan kebutaan. Metanol adalah cairan tak berwarna yang mudah terbakar dan biasa ditemukan pada bahan bakar spiritus, pengencer cat (tiner), pembersih lantai, pembersih karburator, dan tinta untuk mesin fotokopi.

Namun, cairan oplosan yang tak mengandung cairan metanol pun tetap berbahaya. ”Reaksi kimiawi antara etanol (kandungan dalam alkohol murni) dan berbagai bahan campuran pembentuk oplosan itu bisa menghasilkan zat metanol,” tuturnya.

Meski demikian, dampak kebutaan akibat cairan oplosan tidak seketika. Pembuluh darah mata terletak di ujung sistem peredaran darah sehingga dampaknya akan lebih lambat dibandingkan rasa panas di perut atau kepala. Selain itu, kadar metanol dan proses kumulatif dari konsumsi metanol sebelumnya juga menentukan seberapa cepat kebutaan itu terjadi.

Guru Besar Ilmu Farmakologi dan Farmasi Klinis Universitas Gadjah Mada Zullies Ikawati mengatakan, metanol adalah bahan yang sangat beracun dan bisa langsung menekan sistem saraf pusat hanya dalam waktu 30-120 menit. Tertekannya sistem saraf pusat membuat penenggak cairan oplosan bingung, sulit mengambil keputusan, koma, dan mati.

Efek racun metanol pada mata umumnya terjadi 12-48 jam setelah menenggak cairan oplosan. Rentang gangguan yang ditimbulkan pada mata bervariasi, mulai dari silau, pandangan kabur atau berkabut hingga buta.

Virna menambahkan, kerusakan sel saraf mata yang memicu kebutaan tidak bisa diatasi. ”Belum ada pengetahuan yang bisa mengatasi kerusakan sel saraf mata,” ungkapnya.

Pada beberapa kasus di RSCM, gangguan penglihatan penenggak alkohol memang bisa dikurangi jika diatasi sejak awal. Namun, itu tak membuat penglihatan mereka kembali normal, hanya mengurangi risiko kebutaan menjadi mampu melihat benda berjarak 1 meter.

Pertolongan itu juga hanya bisa diberikan segera setelah seseorang merasakan gangguan penglihatan sesudah meminum alkohol. Persoalannya, peminum alkohol biasanya tidak sadar sehingga dokter sulit mencari indikasi penyakit yang diderita.

”Dokter tidak mungkin mengobati tanpa tahu indikasi atau gejala penyakit yang dialami pasien,” ujarnya. Hal itu membuat korban keracunan alkohol yang dibawa ke dokter mata biasanya sudah terlambat.

Meski harus menjalani hidup tanpa penglihatan, Arif tetap beruntung. Setidaknya, ia tak harus meregang nyawa seperti 26 korban tewas akibat mengonsumsi cairan oplosan di Garut dan Sumedang, Jawa Barat, sepekan terakhir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com