Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/05/2015, 15:19 WIB

”Tatap muka, reaksi lawan bicara dan sentuhan fisik saat mencurahkan isi hati tak bisa didapat melalui media sosial,” katanya.

Selain itu, tata kota yang didukung sistem regulasi yang baik juga bisa menjadi pelepas stres masyarakat secara murah dan mudah. Dengan demikian, meski tekanan pemicu stres datang tiap hari, beban yang ada bisa dilepaskan secara teratur.

Namun, tata kota di Indonesia umumnya jauh dari kondisi itu. ”Terbatasnya ruang publik, macet, atau baliho raksasa yang dipasang sembarangan justru meningkatkan stres masyarakat,” kata peneliti pada Pusat Kesehatan Mental Masyarakat Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Rahmat Hidayat.


Penyakit kronis

Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Ali Khomsan mengatakan, stres berdampak pada inefisiensi gizi. Ekspresi yang sering muncul pada seseorang yang mengalami stres adalah makan berlebih dan malas beraktivitas. ”Orang yang mengalami tekanan mental cenderung mengabaikan pola makan dan pola hidup sehat,” katanya.

Kondisi itu membuat kekebalan tubuh seseorang menurun hingga rentan menderita berbagai jenis penyakit, seperti gangguan lambung dan flu yang tak kunjung sembuh. Jika berlangsung dalam waktu lama, keadaan itu bisa memunculkan berbagai penyakit tidak menular yang kronis, butuh pengobatan lama dan mahal, seperti jantung, stroke, dan diabetes.

Sebaliknya, seseorang yang menderita penyakit tidak menular yang umumnya kronis itu juga rentan mengalami stres yang bisa memperparah penyakitnya. Stres itu bisa dipicu oleh pengobatan yang lama, keharusan mengubah perilaku agar sehat, dan hilangnya motivasi diri hingga sulit berperilaku sehat.

”Sekitar 30 persen penderita penyakit tidak menular mengalami depresi,” kata Eka.

Pengobatan

Meski persoalan kesehatan jiwa makin meluas, fasilitas dan sumber daya layanan kesehatan jiwa sangat terbatas. Dengan lebih dari 250 juta penduduk, saat ini Indonesia baru memiliki sekitar 830 psikiater dan 400-an psikolog klinis. Dari 2.083 rumah sakit pada Maret 2013, hanya ada 32 RS jiwa pemerintah dan 16 RS jiwa swasta.

Selain jumlahnya terbatas, layanan kesehatan jiwa itu juga belum tersebar merata. PDSKJI menargetkan, ke depan, semua RS tipe B memiliki psikiater. Penempatan psikiater tak lagi di RS khusus jiwa itu diharapkan akan mempermudah masyarakat mengakses layanan kesehatan jiwa, tanpa takut adanya stigma buruk dari masyarakat.

Sementara itu, untuk mengatasi keterbatasan tenaga, Kementerian Kesehatan akan memperkuat layanan kesehatan jiwa di puskesmas dan klinik. Dokter umum pada fasilitas kesehatan primer akan dibekali kemampuan untuk mendiagnosis dan menangani gejala awal depresi. Kemampuan itu diharapkan dapat mendeteksi, bukan hanya gangguan kesehatan jiwa umum, melainkan juga depresi pada penderita penyakit kronis. (IRE/BRO/ADH/MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com