Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/09/2015, 12:15 WIB
Setelah sekitar 2,5 menit terjun bebas menukik ke daratan, tiba-tiba di ketinggian sekitar 2500 kaki, pesawat tiba-tiba kembali normal dengan sendirinya. Kekuatan pesawat kembali muncul dan berhasil keluar dari kondisi horor tersebut. "Perhitungan saya, seandainya pesawat itu masih terus menukik ke darat, dalam 20 detik lagi sudah sampai tanah," ujar Arif, ayah dari dua anak usia 11 tahun dan 6 tahun.

Hercules itu pun akhirnya mendarat dengan selamat di Malang. "Kami seperti sudah di gerbang kematian," kata Arif.

Kekuatan Lain

Peristiwa pesawat hilang daya itu, menurut Arif, belakangan terungkap akibat dari pertemuan dua arus udara di antara dua awan tebal. Arus udara dengan energi besar itulah yang membuat Hercules kehilangan daya sekalipun mesin tetap menyala normal.

Hingga kini, meski peristiwa itu telah lama terjadi, pengalaman selama 2,5 menit dalam hidupnya itu masih terekam lekat dalam ingatannya. Pengalaman itu memberinya pelajaran penting, tidak hanya soal pengetahuan dalam penerbangan, tetapi juga hal-hal yang terukur dalam nalarnya.

Arif yang semula terbilang tipe yang mengandalkan perencanaan matang, persiapan, dan segala hal yang terukur logika, kini mencoba lebih menyadari ada kekuatan lain yang senantiasa mengintai di luar kendalinya. Peristiwa itu pada akhirnya mengubah cara pandang Arif dalam hidup.

"Baru sadar, setangguh-tangguhnya kita, kita enggak ada apa-apanya. Pada dasarnya, kita harus selalu ingat kekuatan di luar sana yang lebih mampu daripada kita. Kita sudah dilatih menguasai pesawat, kita yakin semua bisa. Namun, kita harus sadar itu masih bukan apa-apa ketika bertemu kekuatan yang besar. Orang bisa anggap itu fenomena alam. Buat saya itu dua-duanya, kekuatan alam dan kehendak Tuhan. Jangan sampai kita meremehkan itu," kata Arif.

Kobaran api

Pengalaman mengerikan yang mengancam nyawa juga sempat dialami Adrianus Meliala, kriminolog dari Universitas Indonesia. Adrianus lolos dari maut dalam peristiwa kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400 bernomor penerbangan GA-200 pada 7 Maret 2007 di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta. Pesawat yang ditumpanginya itu tergelincir di ujung timur landasan pacu kemudian terperosok di kebun kacang sehingga berakibat badan pesawat terbakar dan meledak.

Saat peristiwa yang memakan 22 korban jiwa itu, Adrianus mengaku masih tetap dapat berpikir dengan jernih sekalipun kondisi di dalam kabin tengah porak-poranda dan dilanda histeria penumpang. Ia masih sempat mencari kacamatanya sebelum berusaha mencari jalan keluar. "Saya masih bisa berpikir cukup jernih dan berhitung bagaimana cara meloloskan diri. Asap sudah di mana-mana," kenang Adrianus.

Ketika itu, Adrianus yang berbadan besar memutuskan tidak mengambil jalan keluar pesawat yang dipenuhi arus penumpang. "Badan saya, kan, besar, kasihan orang-orang di depan saya kalau kita berdesak-desakan di situ. Akhirnya, saya belok kanan, ambil jalan keluar lewat pintu darurat yang lain," kata Adrianus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com