Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/11/2015, 14:00 WIB
Oleh Cornelius Helmy

Perkembangan teknologi informasi dimanfaatkan warga di pelosok Jawa Barat untuk menyelamatkan generasi selanjutnya. Keterbatasan dilawan dengan kepedulian.

Ruangan berukuran 4 meter x 7 meter di sudut kompleks Kantor Desa Citali, Kecamatan Pamulihan, Sumedang, Jawa Barat, kembali bergairah. Kamis (19/11) pagi, bidan Desa Citali, Elis Lala Kamila (37), berkumpul lagi bersama lima rekannya sesama fasilitator layanan Bunda Tektok. Ada data ibu warga Citali yang harus dimasukkan ke pusat data layanan bagi ibu hamil itu.

Dari balik layar komputer, jemari Suhendar (22), salah seorang fasilitator, mulai beraksi. Dipandu Elis, ia menuliskan data melalui kolom yang tersedia.

”Siti Kholiah. Usia kandungan 14 minggu. Pendampingnya adalah Andri, suaminya,” kata Elis seirama dengan ketukan jari Suhendar menekan papan tuts komputer.

Diperkenalkan pada Mei 2015, Bunda Tektok adalah layanan pesan singkat seluler yang memberikan informasi seputar kesehatan kepada ibu hamil dan keluarganya. Selain informasi satu arah, dibuka juga aplikasi interaktif antara fasilitator dan penerima layanan.

Diinisiasi Perkumpulan Inisiatif dan Hivos, salah satu tujuan Bunda Tektok adalah menekan angka kematian ibu dan anak di Jabar. Sukses di Citali, layanan serupa diterapkan di Garut dan Majalengka.

Elis mengatakan, 174 penerima layanan Bunda Tektok, ibu hamil dan pendampingnya, mendapatkan tiga pesan singkat per minggu. Isinya seputar usia kehamilan, jadwal pemeriksaan, dan informasi kesehatan sesuai usia kehamilan.

Semua konten dibuat fasilitator berdasarkan materi di kelas ibu hamil dan buku kesehatan ibu dan anak (KIA). Penyampaiannya dalam bahasa Sunda agar lebih mudah diterima warga.

”Ambu, ayeuna tos tiasa ngawitan senam hamil. Gerakana aya di buku KIA, sanes di buku tabungan (Ibu, sekarang sudah bisa memulai senam hamil. Gerakannya ada di buku KIA, bukan di buku tabungan),” kata Elis menirukan salah satu isi layanan Bunda Tektok.

Dia mengatakan, tidak mudah memperkenalkan layanan ini. Awalnya, ada saja warga yang khawatir direpotkan dengan banyak pesan singkat yang masuk dan harus dibaca. Namun, perlahan sikap itu berubah saat sadar banyak ilmu yang mereka dapat.

”Kami pernah melakukan tes sederhana. Tidak ada informasi yang kami kirim. Hasilnya mengejutkan, banyak ibu hamil yang rindu,” katanya.

Dwi Purwanti (22), warga Citali, merasakan benar manfaat Bunda Tektok saat mempersiapkan kehamilan anak pertamanya. Hingga empat bulan usia kandungannya, informasi kehamilan lebih banyak didapat dari orangtua. Hanya sebulan sekali kandungan diperiksakan ke petugas kesehatan.

”Setelah ikut Bunda Tektok, saya paham banyak hal, mulai dari buruknya minuman soda hingga makanan pedas bagi janin sampai pentingnya duduk sila guna meregangkan otot panggul. Informasi Bunda Tektok bahkan meyakinkan suami menemani saya saat melahirkan,” tutur Dwi.

Daerah terpencil

Ketika Citali sudah merasakan manfaatnya, ibu hamil di Desa Ibun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jabar, tengah belajar menyelamatkan masa depan anak-anaknya. Untuk pertama kalinya, 20 ibu hamil di kecamatan yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Kota Bandung itu diperkenalkan pada layanan SMS Bunda, Rabu pagi pekan lalu.

Berbeda dengan Bunda Tektok, layanan SMS Bunda ditelurkan Jhpiego dan GE Foundation. Selain di Jabar, program ini juga diperkenalkan di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Utara, Banten, dan Sulawesi Selatan.

Khusus di Jabar, layanan serupa dilakukan di empat daerah lain, yaitu Karawang, Bogor, Indramayu, dan Cirebon. Layanan ini menawarkan pengetahuan kesehatan bagi ibu, janin, dan anak di bawah umur dua tahun melalui pesan singkat.

Baru pertama kali berkenalan dengan layanan teknologi anyar itu membuat ibu-ibu hamil yang hadir di Puskesmas Ibun canggung. Salah satunya Asih (38) asal Desa Ibun. Beberapa kali dia keliru mengetik formulir pendaftaran.

”Maaf, hapenya jadul (telepon selulernya lama),” katanya malu.

Asih tak menyerah. Dia kembali menuliskan nama, perkiraan kelahiran, dan domisili sebelum mengirimnya ke nomor 08118469468. Setelah muncul balasan bahwa dia sudah terdaftar, Asih tersenyum sembari mengelus kandungannya yang berusia empat bulan. ”Semoga ilmu baru membantu anak ini tumbuh sehat,” ujarnya.

Koordinator SMS Bunda Jabar Dini Zakia mengatakan, salah satu tujuan layanan itu adalah mendekatkan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Kondisi geografis yang berat hingga keterbatasan tenaga kesehatan menjadi penyebab keterbatasan pengetahuan bagi ibu hamil. Jika dibiarkan, hal itu berpotensi meningkatkan angka kematian ibu dan anak di Jabar.

Data Dinas Kesehatan Jabar menyebutkan, ada 748 kasus kematian ibu dan 3.979 kematian bayi dari 950.000 persalinan pada 2014. Jumlah itu turun ketimbang tahun 2013 sebesar 781 kematian ibu dan 4.306 kematian bayi.

Cegah kematian

Menjelang siang, saat sesi SMS Bunda selesai dilakukan, Deti Kurniawati (27), warga Desa Karyalaksana, Kecamatan Ibun, tidak langsung pulang. Dia memilih antre memeriksakan kandungannya yang berumur enam bulan. Meski direkomendasikan memeriksakan kandungan setiap dua bulan sekali, Deti memilih datang ke puskesmas setiap bulan.

Semakin sering memeriksakan kandungan membuat hatinya lebih tenang. Dia tidak mau pengalaman kehilangan anak kedua terjadi di kehamilan ketiganya kali ini. ”Sebelumnya, anak kedua saya meninggal akibat kista. Gejalanya telat diantisipasi,” ucapnya.

Dia yakin kehadiran SMS Bunda akan semakin membuat hatinya lebih tenang. Tinggal di daerah terpencil membuat dia tak mudah mendapatkan informasi kesehatan ideal.

Tinggal terpisah 36 kilometer, Bidan Elis juga merasakan hal yang sama dengan Deti. Laporan mengenai bayi meninggal setelah lahir tak terdengar lagi.

Menyelamatkan nyawa manusia semoga bukan mimpi lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com