KOMPAS.com - Memasuki usia remaja, seorang anak akan mengalami banyak perubahan pada tubuhnya akibat masa pubertas. Di usia ini, penampilan fisik seperti berat badan atau penampilan kulit, menjadi hal yang dianggap penting untuk diterima dalam pergaulan. Orangtua perlu membekali anak-anaknya agar mereka memiliki body image positif.
Anak yang memiliki citra diri atau body image positif biasanya memiliki rasa percaya diri yang baik, lebih berprestasi, dan mampu menghargai kelebihan dirinya yang tak terkait dengan penampilan luar.
Citra diri merupakan persepsi seseorang terhadap tubuhnya, apa yang ia rasakan tentang bentuk tubuhnya, dan bagaimana ia membawakan dirinya.
"Body image itu bukan apa yang kelihatan dari luar, tapi apa yang ia rasakan. Bisa saja orang yang berat badannya normal tapi merasa kegemukan, atau merasa tak puas karena tungkai kakinya pendek sehingga merasa dirinya jelek," kata psikolog Sutji Sosrowardojo, dalam acara talkshow mengenai Body Image pada Anak Usia Pra-remaja yang diadakan oleh Frisian Flag di Jakarta (21/6/2016).
Citra diri seseorang bisa negatif atau positif. Jika ia selalu merasa tidak puas dengan penampilan fisiknya, maka ia memiliki citra diri negatif.
Dijelaskan oleh Sutji, citra diri sangat dipengaruhi oleh bagaimana orang lain, seperti keluarga, teman sebaya, dan media, menilai dirinya.
Orangtua sering memberi pengaruh kurang baik sehingga anak memiliki citra diri negatif. Misalnya saja anak yang sering mendengar orangtuanya mengeluh tentang berat badan atau menilai orang lain dari bentuk dan ukuran tubuhnya, akan membentuk persepsi anak tentang body image yang keliru.
"Anak-anak akan melihat dirinya sendiri, lalu merasa ia juga tidak sempurna karena gemuk atau pendek. Belum lagi kebiasaan orang dewasa yang sering memoles foto selfie dengan aplikasi untuk terlihat lebih cantik sebelum diposting di media sosial. Ini juga memengaruhi anak," kata psikolog yang aktif dalam komunitas Joy Parenting ini.
Anak dengan body image negatif akan merasa cemas, malu, harga dirinya rendah, serta hari-harinya dikuasai oleh perasaan tidak sempurna.
"Anak juga akan sulit konsentrasi karena pikirannya melulu tentang kekurangannya. Ini bisa mengarah pada eating disorder, bahkan kecenderungan bunuh diri," papar Sutji.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.