Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/05/2020, 13:31 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com – Lupus adalah penyakit autoimun yang sifatnya menahun dan menimbulkan peradangan di berbagai organ tubuh.

Penyakit ini di antaranya bisa menyerang kulit, persendian, dan bahkan organ dalam seperti ginjal, jantung, paru-paru, hingga darah.

Pada penderita lupus, sistem imun tidak dapat membedakan sel sehat dan sel bakteri atau virus, sehingga antibodi yang diproduksina menyerang sel-sel yang sehat.

Untuk mudahnya, dapat dibayangkan bahwa dalam keadaan normal, sistem imun mempunyai fungsi mengendalikan pertahanan tubuh.

Baca juga: Lupus Lebih Banyak Menyerang Wanita, Kok Bisa?

Sistem imun ini bekerja melawan infeksi dalam arti memusnahkan kuman penyakit, bakteri, virus, dan zat asing lainnya yang masuk ke dalam tubuh.

Pada lupus dan penderita penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh berbalik menyerang jaringan tubuh sendiri, yaitu antibodi yang dihasilkan menyerang sel-sel darah, organ, dan jaringan tubuh yang sehat sehingga terjadilah penyakit menahun.

Bagaimana sistem kekebalan tubuh bisa munculkan lupus?

Sebagaimana telah diketahui, bahwa tubuh manusia memiliki sistem kekebalan tubuh atau sistem imun.

Melansir Buku Lupus: Manis Namanya, Dahsyat Gejalannya (2020) oleh Srikandi Waluyo dan dr. Budhi Marhaendra Putra, SAkp, MHA, penyakit lupus menurut para ahlinya, diduga berkaitan dengan sistem imun yang berlebih.

Antibodi yang terbentuk dalam sistem imun untuk menyerang sumber penyakit yang masuk ke dalam tubuh itu diproduksi berlebihan.

Akibatnya, antibodi yang berlebih ini menyerang jaringan dan sel-sel tubuh yang sehat.

Kelainan inilah yang disebut autoimunitas. Menjadi gawat, antibodi berlebihan bisa masuk ke seluruh jaringan tubuh dengan dua cara, yakni:

1. Secara langsung

Antibodi langsung menyerang jaringan dan sel tubuh, misalnya sel-sel darah marah yang jika diserang pasti hancur.

Kondisi ini mengakibatkan penderitanya kekurangan darah merah yang disebit anemia.

2. Bergabung

Antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan antibodi) membentuk ikatan yang disebut “kompleks imun”.

Baca juga: Kisah Ramneya, Gadis 12 Tahun yang Tak Gentar Lawan Keterbatasan akibat Lupus

Gabungan antibodi dan antigen tersebut ikut mengalir bersama darah dan jika tersangkut di salah satu pembuluh darah kapiler, maka di situ gabungan atau kompleks tersebut menimbulkan peradangan.

Alasan lupus sulit disembuhkan

Dalam kondisi normal, kompleks imun ini akan dibatasi oleh sel-sel radang yang disebut fagosit. Tapi, dalam kondisi lupus atau abnormal ini, kompleks imun tidak sepenuhnya bisa dibatasi.

 

Bahkan sel-sel radang “berbiak” makin banyak disertai pengeluaran enzim yang menimbulkan peradangan di sekitar kompleks imun.

Akibatnya, peradangan akan berkepanjangan, merusak dan mengganggu organ tubuh yang ketempatan atau tempat perhentian kompleks imum.

Gejalanya akan tampak sebagai penyakit yang muncul.

Karena kompleks imun bisa berjalan-jalan mengikuti aliran darah, maka organ-organ dalam tubuh dan setiap sistem tubuh akan terancam.

Baca juga: 9 Gejala Awal Penyakit Lupus pada Anak

Dengan demikian, penyembuhan penyakit lupus sungguh sulit dilakukan, apalagi belum diketahui obat yang manjur menghentikan proses terjadinya penyakit tersebut.

Mekanisme dan penyebab penyakit autoimun ini memang belum sepenuhnya dimengerti. Para peneliti masih menduga-duga.

Oleh karena itu, belum diketmukan juga obat-obatan yang mampu menyembuhkan lupus secara langsung.

Sebagaimana telah kita pahami, bahwa tubuh manusia memiliki sistem kekebalan tubuh atau bisa juga disebut sistem imunitas tubuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com