Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketuban Pecah Dini: Penyebab, Tanda, Penanganan, dan Cara Mencegah

Kompas.com - 06/08/2020, 06:00 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sehingga terkadang sulit membedakan air yang keluar air ketuban atau urine yang memang tidak bisa ditahan.

Jika mengalami hal ini, sebaiknya segera Anda bedakan air tersebut.

Air ketuban keluar tidak terasa, warnanya jernih dan tidak berbau.

Sedangkan urine, kadang sama-sama keluar tanpa disadari, tetapi warnanya kuning tidak jernih dan tentunyai berbau khas.

Baca juga: Benarkah Ejakulasi Dini Bikin Pasangan Sulit Hamil?

Jika ragu, ada baiknya ibu hamil segera kontrol ke dokter dan tanyakan gejala yang dialami.

Namun secara umum, tanda khas ketuban pecah adalah keluar cairan secara tiba-tiba, terus berlanjut dan penderita merasa basah tanpa mempunyai kemampuan untuk menghentikannya.

Pemeriksaan sederhana yang bisa dilakukan untuk menentukan apakah cairan tersebut berasal dari ketuban pecah atau bukan adalah dengan melihat langsung menggunakan bantuan speculum, alat untuk memeriksa mulut rahim.

Sedangkan secara laboratorik, cairan ketuban tersebut bisa ditentukan dengan tes kertas nitrazin atau lebih dikenal dengan kertas lakmus.

Warna kertas lakmus akan berubah menjadi biru apabila cairan ketuban.

Pemeriksaan dengan kertas lakmus bisa dilakukan secara mandiri.

Penanganan ketuban pecah dini

Penanganan yang dilakukan selama ini oleh para ahli dalam menghadapi kasus ketuban pecah dini adalah dengan memperlambat bayi lahir dan melakukan persiapan pematangan paru bayi jika kelahiran tak bisa dihindari.

Baca juga: 9 Jenis Vitamin dan Mineral yang Disarankan untuk Ibu Hamil

Pada umumnya, persalinan terjadi dalam sepekan, sedikit yang bisa bertahan sampai 4 minggu.

Jika dipertahankan terlalu lama, akan berisiko timbul infeksi terhadap bayi dan ibu, bahkan sampai menimbulkan kecacatan bagi bayi yang dikandung.

Salah satu faktor penyebab adalah akibat cairan ketuban berkurang atau kering, sehingga peran cairan ketuban sebagai tempat aktivitas gerak bayi tidak ada lagi.

Alhasil, badan bayi tetap dalam posisi kontraktur atau terdesak pada satu posisi.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau