SOLO, KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 tak menghentikan langkah warga Kampung Kitiran Yosoroto RT 002/RW 008, Kelurahan Purwosari, Laweyan, Solo, Jawa Tengah untuk terus memilah sampah di rumah.
Seperti biasanya, sisa makanan dan sampah tanaman otomatis dimasukkan warga ke dalam tong kompos.
Sedangkan sampah anorganik, seperti botol, kardus, dan kertas dijadikan satu.
Sampah anorganik tersebut dikumpulkan dengan maksud untuk disetorkan ke bank sampah.
Di tengah pusaran pandemi ini, warga Kampung Kitiran tak mengalami kendala berarti dalam mengelola sampah.
Mereka hanya sempat harus menandon sampah anorganik lebih lama di rumah, yakni selama tiga bulan.
Baca juga: Jangan Asal Pakai, Kenali 7 Jenis Plastik dan Bahaya Kesehatannya
Pasalnya, pada Maret-Mei 2020, pengurus bank sampah terpaksa meliburkan aktivitas bank sampah untuk mencegah penuaran virus corona.
Baru pada Juni 2020, aktivitas bank sampah mulai dijalankan lagi dua kali sebulan, yakni setiap Sabtu pada pekan ke-2 dan ke-4.
Aktivitas bank sampah itu sekarang dilaksanakan dengan standar operasional prosedur (SOP) baru.
Di mana, warga tidak boleh lagi membuat kerumunan di lokasi bank sampah dan wajib menerapkan protokol kesehatan saat menyetorkan sampah.
Pengurus bank sampah juga harus mengenakan masker dan face shield ketika sedang melayani warga.
“Bulan Mei itu warga sudah teriak-teriak terus, ‘ayo dong buka lagi bank sampahnya dengan protokol kesehatan’. Pengurus lalu rapat dan secara cepat membuat SOP baru,” tutur Denok Marty Astuti, Penggerak Pengelolaan Sampah Mandiri Kampung Kitiran saat diwawancara Kompas.com, Jumat (18/12/2020).
Dia sangat bersyukur komitmen warga Kampung Kitiran untuk berubah tentang bagaimana mengelola sampah yang selalu menjadi masalah besar di lingkungan perkotaan tersebut masih terjaga hingga sekarang.
Denok melihat, semangat warga itu muncul juga tidak terlepas dari adanya insentif yang bisa didapat ketika bank sampah mulai dioperasikan lagi.
Pasalnya, dari sampah yang disetorkan di bank sampah, setiap warga bisa menabung Rp600.000 hingga Rp1,5 juta setiap enam bulannya.
Terlebih lagi, di masa pandemi, pengurus bank sampah Kampung Kitiran juga menyediakan kupon sembako yang bisa ditukarkan dengan sampah.
Kupon ini bisa dimanfaatkan warga yang mungkin mengalami kesulitan ekonomi akibat wabah.
“Kupon sembako bisa ditukarkan ke warung yang sudah ditunjuk. Jadi akhirnya perputaran uang ada di kampung ini saja,” jelas dia.
Denok mencatat, sedikitnya kini sudah ada 60 kepala keluarga (KK) yang aktif terdaftar sebagai nasabah bank sampah di Kampung Kitiran.
Jumlah itu lebih banyak 20 KK dibanding saat bank sampah baru dibentuk pada 17 Agustus 2017 lalu.
Tak hanya warga dari RT 002/RW 008, beberapa warga dari luar RT bahkan secara bertahap berminat mendaftar menjadi nasabah.
Baca juga: Nyata Bahayakan Anak, Rokok Diserukan Naik Harga
Denok bercerita, pada mulanya, tabungan dari hasil setor sampah warga di Kampung Kitiran kebanyakan hanya digunakan untuk keperluan seperti membeli sembako dan membayar listrik.
Kemudian, berjalannya waktu, di tahun ketiga berdirinya bank sampah, warga berubah pikiran.
Mulai April 2019, warga sepakat untuk mengalikan tabungan uang dari setoran sampah menjadi tabungan emas atau berinvestasi emas.
Warga saat itu menyambut baik program PT Pegadaian (Persero) memilah sampah menjadi emas.
“Banyak warga, terutama ibu-ibu yang antusias karena berpikir investasi emas itu harganya akan naik terus kan,” tutur Denok.
Karena alasan ini pula bank sampah di Kampung Kitiran kemudian diberi nama Bank Sampah Kitiran Emas.
Denok membeberkan, salah satu warga di Kampung Kitiran kini bahkan sudah ada yang berhasil menabung emas hingga 13,5 gram.
Artinya, jika harga 1 gram emas sekarang ditaksir Rp1 juta, warga tersebut sudah berhasil mengumpulkan uang Rp13,5 juta dalam kurun waktu belum genap 2 tahun dari sampah.
“Moto kami sekarang adalah, ‘Sampah Kami Emas Kami’. Warga kini sudah paham, pengumpulan sampah full untuk investasi masa depan,” jelas dia.
Baca juga: Harapan Kesehatan Anak di Balik Kenaikan Harga Rokok
Tak hanya dari penyetoran sampah anorganik ke bank sampah, warga bahkan masih bisa mendapatkan insentif dari hasil pengolahan sampah organik berupa penjualan kompos cair, pupuk padat, maupun tanaman hias.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya