KUPANG, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 tak menyurutkan semangat Mariana Yunita Hendriyani Opat, 28, untuk tetap menjangkau anak-anak dan remaja dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tak habis akal, ketika wabah menuntut siapa saja harus menjaga jarak, perempuan yang lebih akrab disapa Tata Yunita ini lantas memanfaatkan media sosial (medsos) untuk kembali menggelar Bacarita Kespro.
Mulanya, Tata bersama rekan-rekannya di Youth Community Tenggara hanya mengalihkan penyelenggaraan program edukasi hak kesehatan seksual dan reproduksi tersebut dari tatap muka langsung ke grup WhatsApp (WA).
Tapi, berjalannya waktu, dengan maksud menjangkau kalangan lebih luas dan menciptakan peluang diskusi yang lebih interaktif, dia dan Tenggara kemudian mengadakan kegiatan Bacarita Kespro lewat siaran langsung Instagram @tenggarantt.
Bagi Tata, pandemi hanyalah tantangan baru yang harus dihadapi dan ditaklukkan.
Sudah ada banyak persoalan lain yang lebih dulu datang dan berhasil dia lewati dalam upayanya mengedukasi anak-anak dan remaja tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi.
Beberapa masalah itu bahkan telah menghadang sejak awal dirinya mulai mendirikan komunitas Tenggara bersama kawannya, Gery Pratama pada 30 Agustus 2016.
Baca juga: 3 Penyebab Pubertas Dini pada Anak Gadis yang Perlu Diwaspadai
Misalnya saja, Tata sempat mengalami kesulitan untuk bisa mendapatkan sukarelawan anak muda yang bersedia diajak turun ke lapangan.
Hal itu diduga terjadi tidak terlepas dari rendahnya kesadaran muda mudi akan pentingnya pendidikan seksual saat itu.
Begitu juga ketika Tata mulai menjangkau anak-anak dan remaja di beberapa daerah di NTT. Kehadirannya sempat diremehkan oleh para orangtua atau pendamping komunitas.
"Pada awalnya kami menemukan banyak orangtua maupun pendamping masih memandang, 'memangnya penting ya ajar anak-anak soal seks?',” tutur Tata saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (23/12/2020).
Dia melihat pada waktu itu, pembicaraan ataupun pendidikan terkait kesehatan seksual dan reproduksi memang masih dianggap tabu atau tidak patut untuk diperbincangkan oleh masyarakat.
Beberapa orangtua maupun pendamping komunitas bahkan memandang pendidikan seks sama saja seperti mengajarkan pornografi.
Mereka beranggapan anak-anak akan mengetahui sendiri tentang seks apabila sudah besar dan dewasa.
“Orangtua atau pendamping masih bertanya, kaya, ‘Buat apa sih ajar anak cara cebok? Buat apa sih mengomong soal haid atau mimpi basah? Kenapa bahasnya pacaran?’," beber dia.
Mendapati persoalan seperti itu, Tata tentu tak mau menyerah.
Perempuan kelahiran Kiupukan, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT ini akan berupaya lebih keras untuk meyakinkan orangtua atau pendamping bahwa penting pemahaman akan kesehatan seksual dan reproduksi diberikan sejak dini kepada anak.
Dia pun bersyukur setelah dilakukan pendekatan lebih lanjut, hampir semua orangtua maupun pendamping yang ditemui Tenggara mau terbuka atau diajak bekerja sama.
Pendekatan yang dilakukan Tenggara, yakni bukan hanya menjelaskan secara personal kepada para orangtua atau pendamping tentang pentingnya pendidikan seks dan reproduksi sebelum diadakan Bacarita Kespro.
Tenggara juga kerap kali mengajak para orangtua dan pendamping untuk ikut serta dalam forum edukasi tersebut bersama anak-anak.
Pada beberapa kesempatan, Tenggara bahkan sempat membuat forum edukasi yang khusus diikuti oleh para orang tua.
Tata ingin mendorong para orangtua tak hanya paham akan pentingnya pendidikan seks dan reproduksi bagi anak-anak dan remaja, tapi juga terlibat aktif dalam melakukan edukasi masalah tersebut di rumah.
Baca juga: 6 Perubahan Fisik Tanda Anak Gadis Memasuki Masa Pubertas
“Kami pokoknya tak mau gampang menyerah. Bagaimana pun juga, orangtua adalah pendidik utama dalam masalah seksualitas bagi anak-anak,” tutur dia.
Menurut Tata, ada banyak sekali manfaat yang bisa diraih ketika orangtua mau dan mampu memberikan pendidikan seks kepada anak.
Yang pasti, kata dia, orangtua bisa menjadi lebih dekat dengan anak. Jadi, apabila anak-anak punya masalah, orangtua lah yang akan dicari pertama kali untuk diajak bicara atau dimintai pendapat.
“Hal ini tentu baik untuk meminimalisir anak-anak mendapatkan tanggapan atau informasi yang salah dari luar,” ungkap dia.
Tata yakin, adanya komunikasi yang baik antara orangtua dan anak terkait masalah kesehatan reproduksi, lebih jauh, bisa menghindarkan anak-anak dari perilaku seksual yang berisiko ketika mereka mulai bergaul dengan teman-teman atau berada di lingkungan.
Bagi Tata, pendidikan seks sangatlah penting untuk dibicarakan di kalangan anak-anak dan remaja.
Dia mengutarakan, banyak orang mungkin melihat isu hak kesehatan dan reproduksi adalah isu yang sederhana sekali.
Tapi, menurut Tata, isu ini punya dampak yang cukup besar dan cukup penting untuk anak-anak di kehidupan sekarang maupun selanjutnya.
Sebagai gambaran, dia menemukan banyak anak remaja tidak mendapatkan pemahaman dari orangtua di rumah terkait dengan bagaimana mereka harus mempersiapkan diri ketika menghadapi pubertas.
“Ketika kami buka sharing di sejumlah tempat, ternyata banyak adik-adik mengaku kaget ketika mengetahui menstruasi ada darah. Terus yang laki-laki bingung, bangun tidur kok kaya ngompol,” tutur dia.
Tata bahkan pernah menemukan ada beberapa anak remaja yang sudah melakukan aktivitas seperti masturbasi maupun menggesekkan alat kelamin dengan pasangan (petting) tanpa banyak tahu risikonya.
Di sinilah, menurut dia, pemberian informasi atau edukasi terkait kesehatan seksual dan reproduksi penting untuk anak-anak dan remaja guna mengenalkan tubuh mereka.
“Setelah mengenal, adik-adik diharapkan bisa menjaga tubuhnya. Nah, ini bisa berdampak terus sampai adik-adik misalnya tahu harus menjaga diri ketika ada orang tidak dikenal mau sentuh tubuh mereka,” jelas Tata.
Jadi, pendidikan seks bisa membantu anak-anak dan remaja untuk mengerti perubahan fisik yang terjadi selama pubertas dan mengajarkan bagaimana merawat tubuh, termasuk memahami consent (persetujuan) dan mencegah kekerasan seksual.
Tak hanya itu, Tata mengungkap, pendidikan seks penting diberikan agar anak remaja dapat menyikapi mitos dan kesalahan informasi seputar kespro, mengatur hubungan, perubahan emosional, dan sosial, serta menghindari hal-hal terkait dengan risiko perilaku seks, seperti hamil di luar nikah, dan mencegah penyakit menular seksual (PMS) maupun HIV/AIDS.
Baca juga: 12 Penyakit Menular Seksual yang Harus Diwaspadai
“Itu mengapa juga pendidikan seks bisa dibilang sebagai cikal bakal pendidikan berkeluarga yang memiliki makna sangat penting,” tutur dia.
Tata bersama Tenggara sendiri pernah melakukan survei soal tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di NTT pada 2017.
Hasilnya, dia menyebut, sebagian besar dari 500-an remaja yang dimintai pandangan diketahui tidak memiliki akses terhadap sumber informasi pendidikan seksual dan komunitas untuk menceritakan persoalan pendidikan seksual.
“Kami melihat angka ini sejalan dengan kasus pelecehan seksual yang masih kerap terjadi atau kehamilan luar nikah di kalangan remaja di NTT,” kata Tata.