Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Gejala Anoreksia Nervosa, Gangguan Makan Serius yang Perlu Diwaspadai

Kompas.com - 11/03/2021, 16:07 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com - Anoreksia nervosa adalah gangguan makan yang serius di mana seseorang mengadopsi metode yang tidak sehat dan ekstrim untuk menurunkan berat badan atau menghindari penambahan berat badan.

Ada dua tipe anoreksia nervosa yang dapat ditemukan, yakni tipe restriktif dan tipe binge eating/purging.

Penderita anoreksia restriktif mengontrol berat badan mereka dengan membatasi asupan makanan.

Baca juga: 6 Alasan Diet Ketat Bukan Pilihan yang Tepat untuk Turunkan Berat Badan

Sementara, penderita anoreksia tipe binge eating/purging mengeluarkan apa yang telah mereka makan dengan cara muntah yang disengaja atau penggunaan obat-obatan seperti pencahar dan diuretik.

Berbagai faktor yang kompleks memengaruhi perkembangan anoreksia.

Merangkum Mayo Clinic, alasan berkembangnya anoreksia dapat berbeda untuk setiap orang.

Ini mungkin termasuk:

  • Faktor genetik
  • Trauma masa lalu
  • Kondisi kesehatan mental lainnya seperti kecemasan dan depresi
  • Pengaruh lingkungan

Kelompok orang dengan risiko tertinggi terkena anoreksia adalah wanita di usia remaja dan dewasa muda, meskipun pria dan wanita yang lebih tua juga berisiko mengidapnya.

Anoreksia biasanya tidak cepat terdiagnosis karena orang dengan gangguan makan biasanya tidak tahu bahwa mereka mengalaminya.

Oleh sebab itu, penderita mungkin tidak meminta bantuan.

Baca juga: Diet atau Olahraga, Mana yang Lebih Penting untuk Bantu Turunkan Berat Badan?

Pengidap anoreksia juga biasa menjadi pendiam dan tidak mendiskusikan pendapatnya tentang makanan atau citra tubuh, sehingga orang lain sulit menyadari gejalanya.

Tidak ada tes tunggal yang dapat mengidentifikasi gangguan makan tersebut.

Pasalnya, ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk membuat diagnosis formal.

Berikut ini adalah beberapa kondisi yang mungkin bisa menjadi tanda dan gejala anoreksia pada umumnya:

1. “Mencuci perut” untuk mengontrol berat badan

Melansir Health Line, purging atau “cuci perut” adalah karakteristik umum dari anoreksia.

Perilaku purging termasuk muntah yang diinduksi sendiri dan penggunaan obat-obatan tertentu secara berlebihan seperti pencahar atau diuretik.

Tindakan mencuci perut ini juga bisa dilakukan dengan penggunaan enema atau memasukkan suatu larutan untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltik.

Baca juga: Bagaimana Serat Bisa Bantu Turunkan Berat Badan?

Anoreksia tipe binge eating/purging ditandai dengan episode makan berlebihan yang diikuti dengan muntah yang disengaja.

Menggunakan obat pencahar dalam jumlah besar adalah bentuk lain dari “pembersihan” ini.

Obat-obatan ini digunakan untuk mengurangi penyerapan makanan dan mempercepat pengosongan lambung dan usus.

Demikian pula, diuretik sering digunakan untuk meningkatkan buang air kecil dan mengurangi air tubuh sebagai alat untuk menurunkan berat badan.

Sebuah studi yang mengeksplorasi prevalensi purging pada pasien gangguan makan menemukan bahwa hingga 86 persen menggunakan muntah yang diinduksi sendiri atau disengaja, 56 persen penyalahgunaan obat pencahar, dan 49 persen memakai diuretik yang disalahgunakan.

Berbagai upaya “cuci perut” seperti ini tentu dapat menyebabkan banyak komplikasi kesehatan yang serius.

2. Obsesi dengan makanan, kalori, dan diet

Kekhawatiran terus-menerus tentang makanan dan pemantauan ketat terhadap asupan kalori adalah karakteristik umum anoreksia.

Penderita anoreksia mungkin mencatat setiap makanan yang mereka konsumsi, termasuk air.

Baca juga: 13 Menu Sarapan untuk Bantu Turunkan Berat Badan

Terkadang, mereka bahkan menghafal kandungan kalori pada setiap makanan.

Khawatir kelebihan berat badan berkontribusi pada obsesi dengan makanan.

Orang-orang yang menderita anoreksia dapat menurunkan asupan kalori mereka secara drastis dan mempraktikkan diet ekstrem.

Beberapa mungkin menghilangkan makanan tertentu atau seluruh kelompok makanan, seperti karbohidrat atau lemak, dari makanan mereka.

Padahal, jika seseorang membatasi asupan makanan untuk waktu yang lama, hal itu dapat menyebabkan malnutrisi parah dan kekurangan nutrisi, yang dapat mengubah suasana hati dan meningkatkan perilaku obsesif terhadap makanan.

Asupan makanan yang berkurang juga dapat memengaruhi hormon pengatur nafsu makan, seperti insulin dan leptin.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau