Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Diabetes Memicu Kerusakan Saraf?

Kompas.com - 18/03/2021, 14:10 WIB
Ariska Puspita Anggraini

Penulis

KOMPAS.com - Diabetes dalah suatu kondisi yang ditandai dengan kadar gula darah yang tidak stabil.

Hal ini terjadi karena tubuh tidak menghasilkan cukup insulin atau menolak insulin.

Diabetes sering kali dibarengi dengan berbagai kondisi kesehatan lain. Itu sebabnya pasien diabetes perlu mengelola kadar gula darah dengan tepat.

Jika gula darah dibiarkan tidak terkontrol, hal itu dapat menimbulkan kerusakan pada bagian tubuh lainnya, bahkan termasuk kerusakan saraf.

Baca juga: 3 Cara Air Liur Bisa Menularkan Penyakit

Bagiamana pengaruh diabetes pada kerusakan saraf?

Diabetes dapat merusak saraf di tungkai dan kaki. Gejala mungkin berbeda dari individu ke individu tergantung pada tingkat keparahan kondisinya.


Ada yang mengalami gejala ringan, namun adapula yang mengalami gejala berat.

Kerusakan saraf akibat diabetes juga bisa menyebabkan mati rasa di kaki dan tungkai, disertai dengan masalah pada masalah pencernaan, saluran kemih, saluran darah dan jantung.

Namun, gejala mulai muncul perlahan dan dapat dikontrol dengan mengelola kadar gula darah. Kondisi inilah yang disebut dengan diabetes neuropati.

Gejala

Ada berbagai jenis diabetes nerupati namun yang paling sering terjadi adalah neuropati perifer.

Penyakit ini bisa memengaruhi sistem saraf kaki dan tungkai terlebih dahulu, yang diikuti oleh tangan dan lengan.

  • Gejala umum yang terjadi bisa berupa:
  • Mati rasa atau berkurangnya kemampuan untuk merasakan perubahan suhu
  • Kesemutan atau sensasi terbakar
  • Nyeri tajam
  • Peningkatan sensitivitas.

Kerusakan saraf pertama kali dimulai di kaki yang kemudian menjalar ke bagian tubuh lainnya.

Menurut American Association of Neuromuscular and Electrodiagnostic Medicine (AANEM), ada tiga tahap perkembangan penyakit diabetes neuropati.

Berikut tahapan tersebut:

1. Tahap pertama

Pasien bisa sering mengalami rasa sakit dan kesemutan di kaki.

Gejala-gejalanya tidak kentara, sehingga kebanyakan orang gagal mengenalinya pada tahap awal.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau