Saat itu cakupan vaksinasi mencapai 2,3 persen lengkap dan 9,6persen satu kali suntikan. Rt ternyata sudah turun ke angka 1,06.
Baca juga: Sampai Kapan Tetap Harus Disiplin Protokol Kesehatan meski Sudah Divaksin?
Maka kemudian kasus baru berangsur menurun. Tepat 1 bulan kemudian, tanggal 6 Juni 2021 kasus baru tercatat 100.000 kasus. Artinya, udah turun tinggal seperempatnya dari puncak sebelumnya. Jumlah PCR saat itu diketahui sampai 3,1 juta persen hari dan angka positivitas 4,1 persen .
Sedangkan cakupan vaksinasi saat itu mencapai 3,3 persen lengkap dan 13,4 persen satu kali suntikan, dan Rt mencapai 0,71 atau semakin menurun di bawah angka 1.
Saat ini, kasus baru dilaporkan sudah turun mencapai 60.000-an, walau rata-rata 7 harian masih di 80 ribuan. Sedangkan cakupan vaksinasi mencapai 3,5 persen dosis lengkap dan 15,6 persen satu suntikan, dan Rt mencapai 0,67.
Angka ini sudah mengalami banyak penurunan, Rt sudah lebih rendah daripada awal Februari 2021.
Dengan Rt rendah ini, bila bisa dipertahankan, kata dr. Tonang, maka cepat mencapai kasus baru serendah 9.000-an seperti di awal Februari 2021.
Karena itu pula per tanggal 7 Juni 2021 kemarin, mulai ada pelonggaran. Namun bila tidak hati-hati, pelonggaran itu juga bisa menyebabkan "rebond" kasus melonjak lagi.
dr. Tonang menyatakan, data-data yang dia ungkapkan itu bisa saja ada yang kurang akurat, tapi yang pasti ada benang merah yang bisa dipelajari.
Baca juga: Berapa Tinggi Demam yang Jadi Gejala Virus Corona? Ini Kata Dokter
Dia mengidentifikasi bahwa setidaknya ada lima faktor penyebab lonjakan tinggi kasus Covid-19 terjadi di India pada Marer, April, dan Mei. Apa saja itu?
Menurut dia, saat ini cakupan vaksinasi di sana tetap belum begitu signifikan. Mutasi virus secara logika juga masih ada. Jadi, mungkin bukan dua faktor itu yang dominan dan signifikan mengatasi lonjakan kasus di India.
Berarti faktor yang berhasil menekan lonjakan kasus adalah pengetatan lagi protokol kesehatan dan meminimalkan kerumunan melalui penerapan lockdown.
“Hal itu didukung dengan penguatan jumlah testing sangat berlipat dari standar minimal dan Identifikasi kasus cepat, diikuti tindak lanjutnya,” analisis dia.
Baca juga: Sudahi Perdebatan, Ini Waktu Berjemur yang Tepat Hasil Kajian Perdoski
dr. Tonang mengatakan, masyarakat harus selalu disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Karena protokol itu, maka kesempatan virus masuk ke tubuh manusia semakin kecil.
“Mau apapun mutasi virusnya, apapun variannya, yang penting adalah tidak masuk ke tubuh kita. Protokol kesehatan itu kunci utamanya. Hati-hati dan waspada,” tutur dia.
Semakin lengkap paket protokol kesehatan yang dilakukan, maka kian kecil pula peluang virus bisa masuk ke dalam tubuh manusia.
dr. Tonang menegaskan, masyarakat yang memenuhi persyaratan tentu tetap butuh vaksinasi karena tidak mungkin protokol kesehatan diberlakukan secara ketat dalam jangka lama.
“Maka perlu vaksinasi agar saatnya nanti kombinasi keduanya mampu menekan benar penyebaran virus,” jelas dia.
Setelah itu, protokol kesehatan dapat dilonggarkan. Misalnya, cuci tangan tetap dilanjutkan, tapi masker bisa hanya dipakai pada kondisi berisiko dan kegiatan sosial bisa lebih nyaman dijalankan tanpa jarak terlalu lebar.
“Tapi itu nanti, masih perlu waktu, masih perlu bukti keseriusan kita. Tanpa itu semua, maka risiko ‘rebond’ selalu ada,” jelas dia.
Baca juga: Jangan Keliru, Ini Cara Memakai Masker Kain yang Benar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.