KOMPAS.com - Cinta bisa menjadi perasaan euforia, tetapi juga dapat memicu kehancuran besar ketika orang lain tidak membalas sentimen tersebut.
Banyak orang telah merasakan sakitnya patah hati dan intensitas kegilaan dan menjurus kepada cinta obsesif.
Salah satu ciri cinta obsesif adalah fokusnya pada pasangan sebagai objek untuk "konsumsi" atau kepemilikan.
Alih-alih mencintai orang tersebut dan menginginkan yang terbaik untuknya, orang dengan kecenderungan obsesif mungkin mencintai orang lain karena kebutuhan mereka sendiri.
Cinta obsesif membawa emosi ini lebih jauh sehingga menyebabkan seseorang terpaku pada orang yang mereka cintai seolah-olah mereka adalah objek yang dimiliki.
Baca juga: Dampak Perselingkuhan bagi Kesehatan Mental
Melansir dari Medical News Today, profesional kesehatan memang tidak secara luas mengakui cinta obsesif sebagai kondisi kesehatan mental .
Namun, cinta obsesif bisa menjadi tanda tantangan dan kondisi kesehatan mental lainnya.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengenal penyebab, gejala, dan penanganan yang tepat untuk mengatasi kasus ini.
Erotomania dan gangguan delusi lainnya
Kondisi kesehatan mental seperti gangguan bipolar I dan skizofrenia, serta gejala yang dipicu oleh gangguan penggunaan alkohol, dapat menyebabkan delusi erotomania.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.