Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Darah Tinggi Bisa Memengaruhi Kesuburan, Kehamilan, dan Pascamelahirkan?

Kompas.com - 23/08/2021, 19:31 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com – Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi yang tak boleh dibiarkan begitu saja.

Pada wanita, tekanan darah tinggi bukan hanya bisa membahayakan kehamilan.

Masalah kesehatan ini juga dapat memengaruhi kesuburan dan membuat masalah setelah melahirkan.

Baca juga: Berapa Tekanan Darah Normal pada Orang Dewasa?

Bagaimana darah tinggi bisa memengaruhi kesuburan?

Dilansir dari Very Well Health, masalah kesuburan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi pada dasarnya dapat memengaruhi kedua orang tua.

Selain kondisi itu sendiri, obat yang digunakan untuk mengobati darah tinggi juga dapat berdampak pada kesuburan.

Wanita yang hidup dengan tekanan darah tinggi ditemukan lebih sulit untuk hamil.

Sebuah studi berjudul "Preconception blood pressure levels and reproductive outcomes in a prospective cohort of women attempting pregnancy” yang diterbitkan dalam Jurnal Hypertension pada 2018, mengungkapkan bahwa risiko keguguran meningkat sebesar 18 persen untuk setiap peningkatan 10 mm Hg pada tekanan darah diastolik seseorang.

Tekanan darah tinggi kronis sebelum kehamilan juga dikaitkan dengan kualitas telur yang buruk dan obesitas karena produksi estrogen yang berlebihan, yang diketahui dapat memengaruhi kesuburan.

Jika telur berkualitas buruk dibuahi, embrio mungkin tidak dapat ditanamkan di dalam rahim.

Bahkan jika embrio berhasil ditanamkan, itu mungkin tidak dapat berkembang dengan baik dan dapat menyebabkan keguguran.

Baca juga: 11 Tanda Awal Kehamilan yang Sering Tak Disadari, Termasuk Jerawat?

Demikian pula, laki-laki dengan tekanan darah tinggi ditemukan memiliki volume air mani yang lebih rendah, motilitas sperma (kemampuan sperma untuk bergerak dengan baik), jumlah sperma total, dan jumlah sperma motil dibandingkan dengan orang tanpa kondisi tersebut.

Sperma harus mampu berenang ke tuba falopi untuk membuahi sel telur agar terjadi pembuahan.

Jika sperma bergerak terlalu lambat atau tidak sama sekali, pembuahan mungkin tidak terjadi.

Selain itu, obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah tinggi seperti penghambat reseptor angiotensin dan penghambat saluran kalsium dapat memengaruhi kesuburan.

Penggunaan beta-blocker, jenis obat antihipertensi lain telah dikaitkan dengan volume semen yang lebih rendah, konsentrasi, motilitas, jumlah sperma total, dan jumlah sperma motil total.

Diperkirakan 30-50 kasus hipertensi terkait dengan genetika.

Pastikan Anda berbicara dengan dokter tentang riwayat keluarga Anda dan risiko kesehatan apa pun yang mungkin Anda miliki jika Anda mencoba untuk hamil, terutama jika Anda mengalami kesulitan untuk hamil.

Baca juga: Kenali 9 Tanda Bahaya pada Bayi Baru Lahir

Bagaimana darah tinggi bisa memengaruhi kehamilan?

Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan risiko komplikasi bagi ibu hamil dan bayinya.

Hipertensi dalam kehamilan adalah kondisi ketika tekanan darah ibu hamil berada di atas angka 140/90 mmHg.

Untuk diketahui, Anda dapat mengalami hipertensi dalam kehamilan baik sebagai kelanjutan dari masalah kronis yang Anda alami sebelum hamil atau sebagai masalah baru yang berkembang selama kehamilan Anda yang disebut hipertensi gestasional atau preeklamsia.

Tekanan darah tinggi selama kehamilan dapat mencegah plasenta menerima cukup darah, yang dapat menyebabkan berat badan lahir bayi rendah.

Komplikasi lain dapat terjadi akibat tekanan darah tinggi selama kehamilan.

Ini termasuk:

  • Kejang pada ibu
  • Stroke
  • Gagal ginjal
  • Masalah hati
  • Masalah pembekuan darah
  • Solusio plasenta, di mana plasenta menarik diri dari dinding rahim, menyebabkan tekanan pada bayi dan pendarahan pada ibu
  • Kelahiran bayi prematur

Baca juga: 4 Komplikasi Medis yang Sering Dialami Bayi Prematur

Mengobati tekanan darah tinggi tanpa obat biasanya merupakan cara yang lebih disukai selama kehamilan, tetapi ini dapat memiliki tantangannya sendiri.

Idealnya, orang hamil sudah berhenti merokok atau mengonsumsi alkohol.

Perubahan gaya hidup lain yang dapat membantu menurunkan tekanan darah termasuk:

  • Perubahan pola makan seperti membatasi asupan garam
  • Olahraga, tetapi hanya boleh dilakukan di bawah arahan dokter
  • Pengurangan stres dan meditasi

Jika terpaksa, obat-obatan ini mungkin dapat digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi selama kehamilan:

  • Metildopa
  • Labetalol
  • Prokardia (nifedipin)

Dokter juga dapat merekomendasikan lebih banyak kunjungan pranatal, ultrasonography (USG), dan tes lainnya, seperti memantau detak jantung atau aktivitas bayi untuk memastikan kesejahteraan mereka.

Baca juga: 7 Tips Program Hamil Setelah Keguguran

Jika tekanan darah Anda menjadi sangat tinggi, Anda mungkin mengalami gejala yang dapat mengindikasikan komplikasi yang lebih ekstrim untuk kehamilan Anda.

Gejala hipertensi berat meliputi:

  • Tekanan darah di atas 160/110 mmHg
  • Gangguan fungsi hati atau ginjal
  • Protein dalam sampel urine
  • Jumlah trombosit rendah
  • Sakit kepala parah
  • Perubahan penglihatan

Bagaiaman darah tinggi bisa memangaruhi kondisi pascamelahirkan?

Merangkum WebMD, bahkan setelah melahirkan, dokter Anda mungkin perlu terus memantau tekanan darah Anda dengan cermat.

Volume darah dan tingkat cairan Anda cenderung berubah secara signifikan pada periode pascapersalinan. Kondisi ini diketahui dapat menyebabkan fluktuasi tekanan darah yang signifikan.

Eklampsia atau preeklamsia dapat berkembang hingga enam minggu setelah melahirkan.

Jika Anda mengalami komplikasi darah tinggi, terutama jika konidisi ini berkembang menjadi hal-hal seperti pembekuan darah atau preeklamsia, Anda mungkin tidak akan langsung dipulangkan dari klinik atau rumah sakit.

Dalam beberapa kasus, tekanan darah tinggi bahkan bisa menjadi kronis.

Pada sekitar 10 persen kasus, dokter mungkin menemukan alasan lain untuk hipertensi Anda setelah melahirkan, tetapi jika tekanan darah tinggi berlanjut, Anda mungkin memerlukan obat antihipertensi.

Baca juga: Harus Keroyokan Dukung Ibu Sukses Menyusui di Tengah Pandemi

Wanita yang menderita preeklamsia pada kehamilan pertama cenderung memiliki peningkatan risiko mengalami komplikasi yang sama pada kehamilan berikutnya.

Di luar kehamilan, kemungkinan terkena hipertensi kronis juga lebih tinggi di antara wanita yang mengalami preeklamsia dibandingkan dengan yang tidak mengalami kondisi tersebut selama kehamilan.

Selain itu, risiko penyakit jantung iskemik dan stroke kira-kira dua kali lipat pada wanita yang mengalami preeklamsia selama kehamilan

Untuk diketahui, obat-obatan yang digunakan untuk mengontrol tekanan darah umumnya disekresikan ke dalam air susu ibu (ASI) pada tingkat yang sangat rendah yang tidak akan membahayakan bayi.

Tetapi, ada beberapa obat yang sebaiknya dihindari oleh dokter agar lebih berhati-hati. Ini termasuk Norvasc (amlodipine), diuretik, Tenormin (atenolol), dan metildopa.

Obat-obatan ini dapat menyebabkan depresi pascapersalinan atau penurunan suplai ASI untuk ibu menyusui. Ini berarti bahwa obat yang Anda gunakan untuk mengontrol tekanan darah selama kehamilan, seperti metildopa mungkin harus diganti dengan obat lain setelah melahirkan.

Beberapa obat yang mungkin disarankan untuk mengobati tekanan darah pada ibu menyusui meliputi:

  • Labetalol
  • Prokardia (nifedipin)
  • Enalapril

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com