Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/10/2021, 21:05 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Ratih menyampaikan, pengaturan pola pikir memiliki pengaruh besar dalam manajemen stres, termasuk di tengah pandemi.

Baca juga: 8 Makanan untuk Meningkatkan Hormon Serotonin, Bikin Mood Lebih baik

Menurut dia, masyarakat perlu menyadari bahwa pada suatu waktu diri mereka mungkin saja tak bisa berbuat banyak untuk mengubah sesuatu yang dihadapi.

Dalam kasus seperti ini, Ratih menyarankan masyarakat untuk dapat mengatur reaksi diri.

“Jadi, kalau reaksi kita pesimis, jadilah pandemi terasa semakin susah untuk dihadapi. Kalau reaksi kita pandemi ini bikin cemas, jadilah itu cemas,” jelas CEO & Founder Personal Growth itu.

Ratih mengingatkan masyarakat bahwa manusia telah diberikan akal budi oleh Tuhan. Artinya, sesulit apa pun masalah yang dihadapi, manusia telah diberi kemampuan untuk bisa beradaptasi.

“Memang ada orang yang adaptasinya cepat dan ada yang lebih lama. Tapi kan itu adaptasi juga. Kita kan bisa melihat, apa pun (masalahnya) pasti ada pola yang bisa dipelajari,” ucap psikolog yang juga menjabat sebagai salah satu Pengurus Pusat Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia itu.

Menurut Ratih, pandemi Covid-19 juga memiliki pola yang bisa dipelajari untuk menjadi dasar dalam melakukan adaptasi.

“Mungkin bukan virusnya. Virusnya akan menjadi bagian hidup kita sehari-hari. Artinya, kita mesti berdamai juga dengan situasi itu. Yang bisa kita lakukan ya terus memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak,” kata dia.

Baca juga: Berapa Tinggi Demam yang Jadi Gejala Virus Corona? Ini Kata Dokter

Ratih mengajak masyarakat untuk dapat menerima persoalan yang terjadi di tengah pandemi.

Menurut dia, tidak akan menyelesaikan masalah jika pandemi terus-terusan disikapi dengan emosi atau pikiran sempit.

Ratih menyampaikan dalam menghadapi pandemic fatigue, ada tiga prinsip yang bisa dipegang masyarakat.

Pertama, sadar diri, yakni memahami sejauh mana bisa mengenal diri sendiri. Kedua, fokus pada yang dimiliki, bukan pada apa yang tidak dimiliki. Ketiga fokus pada apa yang bisa dilakukan.

“Ya sudah lebih baik situasi yang terjadi kini diterima atau dihadapi saja, ikhlas saja. Kalau diterimanya sambil marah, grundel, memangnya bisa jadi lebih bagus? Kan enggak juga. Lebih berat, iya,” beber Ratih.

Baca juga: Ini 11 Efek Buruk dari Suka Marah Selain Bikin Darah Tinggi

2. Seimbangkan waktu bekerja dan kehidupan pribadi

Sejak pandemi melanda, tatanan hidup masyarakat sangat mungkin berubah secara drastis.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau