KOMPAS.com - Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki beberapa strategi untuk menurunkan angka stunting.
Perlu diketahui, NTB adalah salah satu provinsi yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting.
Mengacu data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), pada 2022 NTB memiliki angka prevalensi stunting tertinggi keempat di Indonesia, yang naik menjadi sebesar 32,7 persen dari 2021 sebesar 31,4 persen.
Baca juga: Asa Pemulung TPA Kebon Kongok Lombok Barat Lepas dari Jeratan Stunting
Selisih prevalensi stunting NTB cukup ketat dengan 3 provinsi lainnya, yaitu Nusa Tenggara Timur (35,3 persen), selanjutnya Sulawessi Barat (35 persen), dan Papua (34,6 persen).
Padahal, NTB masuk dalam 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas yang ramah lingkungan dan bebas sampah.
"Saat ini angka stunting di NTB 16,9 persen, kita merangkak dari angka di atas 30 persen," kata ujar Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Sitti Rohmi Djalilah dalam acara Aksi Gizi Generasi Maju untuk memperingati Hari Gizi 2023 bersama Danone Indonesia di Lombok Barat pada Kamis (9/2/2023).
Berdasarkan hasil laporan rutin data e-PPGBM yang telah berbasis identitas (by name by address) di posyandu provinsi NTB, setiap bulan menunjukkan tren penurunan angka stunting di provinsi NTB terus-menerus.
Pada 2022, angka stunting di provinsi NTB menurun menjadi 16,9 persen dari 2021 sebesar 19,23 persen.
Jumlah penderita stunting di NTB ada 75.503 anak, yang terbesar di Kabupaten Lombok Timur 20.890, disusul Kabupaten Lombok Tengah 18.683.
Pada 2023, Sitti memiliki harapan prevalensi stunting di NTB jauh lebih baik.
"Secara umumnya target itu serendah-rendahnya. Namun, kami ingin di 2023 bisa mencapai angka 14 persen," ujarnya optimistis.
Ia mengungkapkan memiliki beberapa cara untuk menurunkan angka stunting di NTB.
Baca juga: Perbaikan Gizi dan Pola Asuh Selama 3 Bulan Sukses Turunkan Stunting
Berbagai upaya terus dilakukan Pemprov untuk menekan angka stunting di NTB, diantaranya dengan Deklarasi Tuntas 5 Pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).
Lima pilar tersebut meliputi berhenti buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun di air mengalir, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga dan pengamanan limbah cair rumah tangga.
"Hal tersebut dapat tercapai berkat peran aktif posyandu,” ujar Sitti.
Peran aktif posyandu adalah salah satu kunci bagi Pemprov NTB dalam menurunkan stunting.
"Di NTB kami punya posyandu keluarga, jadi tidak hanya melayani bayi dan ibu hamil saja," bebernya.
Ada posyandu KIA (kesehatan ibu dan anak), posyandu remaja, poswindu (untuk usia produktif), dan posyandu lansia.
"Karena kami tahu kalau bicara stunting, tidak hanya menyangkut soal bayi dan ibu hamil saja. Tapi kita bicara soal remaja juga, bagaimana remaja siap menjadi ibu yang sehat untuk anak-anaknya kelak," ungkapnya.
Baca juga: Makanan Tinggi Protein Hewani Cegah Stunting pada Anak
Dalam posyandu untuk remaja di NTB diberi edukasi dan vitamin penambah darah untuk mencegah anemia, yang menjadi risiko memiliki anak dengan stunting.
"Pemberian vitamin penambah darah itu tidak hanya untuk ibu hamil, tapi remaja juga harus diberikan agar calon ibu tidak ada yang anemia," ucapnya.
Sitti mengungkapkan bahwa pendekatan posyandu keluarga di NTB ini bersifat komperhensif karena bisa mengintervensi beberapa faktor penyebab stunting pada anak, seperti edukasi gizi yang terbatas, nikah dini, sanitasi buruk, dan kesehatan lingkungan yang tercemar.
"Dengan posyandu keluarga pendekatannya komperhensif, pernikahan anak juga bisa kami sasar. Kami cegah pernikahan anak dengan memfokuskan mereka pada pendidikan," ujarnya.
Untuk mendorong kesehatan lingkungan, Pemprov NTB juga mengarahkan posyandu berintegrasi dengan bank sampah.
"Bank sampah menjadi satu hal yang penting menurunkan stunting. Minimal 1 desa ada 1 bank sampah. bagus lagi kalau setiap lingkungan ada bank sampahnya," katanya.
Keluarga yang datang ke posyandu bisa sukarela membawa sampah, yang nantinya akan ditukar uang.
"Jadi, ibu-ibu bisa membawa sampah ke posyandu nanti dihargai sampahnya, 25 persen buat bantu operasional posyandu, 75 persen sisanya bisa menjadi tabungan buat ibu-ibu," bebernya.
Baca juga: Panduan Makan untuk Mencegah Stunting pada Anak
Menurunkan angka stunting merupakan pekerjaan berat, menurut Sitti, tidak bisa dilakukan tanpa gotong-royong.
Masalah ini perlu dukungan dan kolaborasi semua pihak, bukan hanya pemerintah dari tingkat desa, kabupaten kota hingga provinsi. Namun, juga pihak swasta dan masyarakat.
Selain memanfaatkan peran aktif posyandu sebagai cara untuk menurunkan angka stunting, pemprov NTB juga bergotong royong dengan Danone Indonesia untuk memberikan edukasi untuk mencegah stunting.
"Jika kita bergotong royong, maka semua bisa dihadapi bersama untuk mengatasi tantangan penanganan dan pencegahan stunting di NTB," ujarnya.
Ia mengapresiasi bantuan yang dilakukan Danone Indonesia untuk pembangunan kesehatan dan lingkungan di NTB, sehingga bisa berdampak positif bagi kesehatan masyarakat, termasuk mencegah stunting.
"Hal ini sejalan dengan komitmen Provinsi NTB untuk jadi salah satu provinsi di Indonesia yang layak anak,” ucapnya.
Danone Indonesia terus memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak termasuk pemerintah daerah untuk mendorong adanya inisiatif dalam pencegahan stunting dan kesehatan lingkungan.
Baca juga: Bagaimana Kekurangan Gizi Menyebabkan Stunting?
Salah satu upaya dalam upaya mencegah stunting adalah dengan memberikan edukasi yang dapat berperan kunci untuk mengubah perilaku masyarakat, kebersihan lingkungan, serta program Lombok PET yang merupakan implementasi dalam komitmen #BijakBerplastik di 5 Destinasi Super Prioritas (DSP).
Namun, Sitti mencatat masih ada "PR" yang harus dikerjakan untuk menurunkan angka stunting mencapai targetnya 14 persen pada 2023.
"Saya ingin meyakinkan semua untuk menggunakan timbangan elektrik. Kalau yang lain-lain saya rasa sudah bagus, perlengkapan bayi sudah lengkap," ungkapnya.
Timbangan elektrik dinilai lebih akurat dalam mengukur berat badan anak, di banding timbangan dacin.
"Berbeda 0,1 atau 0,2 kilogram untuk anak bayi itu sudah signifikan luar biasa pengaruhnya. Maka dari itu, kita yakinkan betul mengubah timbangannya," ujarnya.
"Kami tidak boleh puas dengan apa yang sudah berjalan, kami harus evaluasi terus," pungkasnya.
Baca juga: Stunting Menurunkan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya