KOMPAS.com - Awan putih memayungi hamparan gunung sampah setinggi 40 meter yang menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (9/2/2023).
Siang itu, puluhan orang terlihat berpencar mengais sisa-sisa sampah bernilai ekonomi. Mereka ditemani burung sriti yang terbang rendah ke sana ke mari.
Jalanan becek bekas hujan kemarin yang membuat kaki sulit melangkah tak mengurangi semangat mereka mencari rezeki.
Baca juga: Perbaikan Gizi dan Pola Asuh Selama 3 Bulan Sukses Turunkan Stunting
Sesekali, mereka berkumpul saat truk dari dinas kebersihan datang membawa berton-ton sampah rumah tangga dari kompleks permukiman warga yang tinggal di Lombok Barat dan Mataram.
Seolah berlomba, mereka beradu cepat memburu botol plastik atau kaleng bekas untuk dikumpulkan dalam karung besar. Satu karung besar sampah tersebut bobotnya bisa mencapai 100 kilogram.
Di antara hiruk-pikuk aktivitas itu, seorang pria berkaos loreng dengan celana hijau dan topi hitam duduk santai di atas kotak kayu bekas sembari menyeruput segelas kopi hitam.
Baharudin namanya. Usianya 28 tahun. Ia sedang rehat sejenak sebelum mulai kembali bekerja. Aroma menyengat dari hamparan sampah seluas 5,41 hektare seolah tak mengurangi kenikmatan asupan berkafein itu.
"Saya sudah mulung sejak SD di sini," ujar Baharudin, ketika berbincang dengan Kompas.com.
Pria yang sudah menjadi pemulung selama puluhan tahun ini berkisah, sejak lahir ia tinggal di kawasan TPA Kebon Kongok. Ia mengikuti jejak ibunya yang dulu juga bekerja menjadi pemulung di sana.
Kini, ia sudah menikah dan dikaruniai dua anak, usianya delapan tahun dan satu tahun.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.