KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 belakangan dianggap angin lalu bagi sebagian orang. Namun, bukan berarti kita harus meninggalkan pola hidup sehat dan bersih.
Bagaimanapun juga, virus corona SARS-CoV-2 yang menjadi biang keladi Covid-19 terus bermutasi.
Bahkan, beberapa bentuk mutasi virus Corona telah menjadi varian baru yang lebih kebal.
Dari pantauan CDC, virus Corona asli yang terdeteksi pada yahun 2019 telah beberapa kali mengalami mutasi.
Beberapa varian virus Corona yang telah ditemukan peneliti, di antaranya:
Varian delta atau B.1.617.2 diketahui 60 persen lebih menular daripada virus Corona yang pertama kali terdeteksi di awal pandemi.
Varian ini telah memicu lonjakan kasus di Inggris dan memicu banyak kematian di India.
Varian Delta bisa memicu sakit parah dalam 3 atau 4 hari setelah terinfeksi. Bahkan, vaksin pun dianggap tidak mampu mencegah virus ini.
Baca juga: 6 Minuman Pengencer Dahak yang Penting Diketahui
Menurut data CDC, varian omicron menyebar lebih cepat dan lebih mudah daripada virus asli dan varian delta.
Varian Omicron pertama kali ditemukan di Afrika Selatan pada 24 November 2021. Tak hanya menyebar lebih cepat, varian ini juga memiliki risiko infeksi ulang yang lebih tinggi.
Orang yang telah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap pun masih bisa terinfeksi varian Omicron.
XBB.1.5 adalah subvarian hibrid dari galur omicron. Dengan kata lain, varian ini membawa karakteristik gabungan dari subvarian omicron lainnya.
Dan seperti subvarian omicron lainnya, virus ini berhasil menghindari sistem kekebalan tubuh Anda.
Varian ini bisa memicu beberapa gejala, seperto demam, batuk, napas pendek, lelah, sakit otot atau badan. sakit kepala, hilangnya indra perasa dan penciuman, dan sakit tenggorokan.
Baca juga: Manfaat Jahe untuk Menurunkan Kolesterol Tinggi yang Perlu Diketahui
Virus selalu bermutasi agar bisa bertahan hidup dan menyebar. Semua virus terdiri dari kumpulan materi genetik (baik DNA atau RNA) yang ditutupi oleh lapisan pelindung protein.