KOMPAS.com - Gula darah tinggi dapat memicu terjadinya masalah kesehatan yang lebih serius, seperti gangguan saraf. Namun, apakah orang dengan gula darah tinggi sudah pasti diabetes?
Ternyata, gula darah tinggi belum tentu diabetes.
Anda yang tidak memiliki riwayat penyakit diabetes juga dapat mengalami gula darah tinggi, terlebih setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang manis.
Kenaikan kadar gula darah merupakan kondisi yang normal, namun bisa memicu terjadinya masalah kesehatan yang serius pada penderita prediabetes atau diabetes.
Untuk lebih jelasnya, ketahui perbedaan gula darah tinggi dan diabetes, serta cara mengatasinya berikut ini.
Baca juga: Apakah Mentimun Dapat Menurunkan Kadar Gula Darah?
Ternyata, orang dengan gula darah tinggi belum tentu diabetes.
Dilansir dari Healthline, kadar gula darah dapat berubah-ubah dan merupakan kondisi yang normal.
Kadar gula darah dapat meningkat setelah makan. Pasalnya, kadar glukosa yang didapatkan dari makanan akan disimpan di aliran darah untuk digunakan sebagai energi.
Namun, glukosa yang tidak segera digunakan akan meningkatkan kadar gula darah yang disebut dengan gula darah postprandial.
Orang sehat tanpa riwayat penyakit diabetes umumnya akan memiliki kadar gula darah postprandial sebesar 140 miligram per desiliter (mg/dL) atau di bawahnya selama dua jam setelah makan.
Kadar gula darah tinggi pada orang-orang yang tidak mengalami diabetes umumnya tidak menimbulkan gejala permanen, atau hanya sekitar satu jam setelah makan.
Beberapa gejala gula darah tinggi yang akan dialami, seperti merasa sangat haus, pandangan kabur, kulit kering, lemas, dan buang air kecil lebih sering.
Selain makanan, orang-orang sehat dan penderita diabetes juga kerap mengalami gula darah tinggi ketika merasa cemas.
Kondisi ini dapat secara langsung meningkatkan kadar gula darah, menurunkan efek insulin, dan mengurangi produksi insulin.
Orang-orang tanpa riwayat diabetes juga dapat mengalami peningkatan kadar gula darah ketika memiliki masalah kesehatan lainnya, seperti infeksi, stroke, cedera otak, peningkatan resistensi insulin, dan gangguan kelenjar adrenal.