KOMPAS.com - Yayasan Kanker Indonesia (YKI) mengatakan bahwa kasus kanker di Indonesia pada zaman sekarang semakin meningkat di kalangan anak muda.
Ketua Umum YKI Prof.DR.dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP mengatakan bahwa peningkatan kasus tersebut banyak disumbang dari gaya hidup kebaratan.
"Kita tidak bisa menyangka angka kanker semkian banyak, mungkin tidak akan turun sampai satu abad lagi," kata Prof Aru seperti yang dikutip dari Antara pada Selasa (23/4/2024).
Baca juga: Belajar dari Kate Middleton, Ini Cara Menjelaskan Kanker ke Anak
Ia menambahkan, "Sebenarnya, 90 persen kanker itu faktor risikonya ada di gaya hidup dan kebiasaan dan kita masuk ke era di mana penyebab kanker makin banyak."
Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) ini menyoroti dua faktor utama penyebab kasus kanker semakin meningkat.
Pertama, alat-alat medis untuk menangani penyakit kanker sudah terbilang jauh berkembang dan mampu mendeteksi lebih cepat.
Sehingga, jumlah kasus kanker yang ditemukan menjadi semakin banyak dalam masyarakat.
Kemudian, faktor kedua adalah lingkungan, yang meliputi gaya hidup dan cara masyarakat sekarang mendapatkan makanan yang serba mudah. Ini semua mendorong seseorang mudah terkena kanker.
Baca juga: Mengenal Keunggulan Terapi Radiasi untuk Pengobatan Kanker
Ia mencontohkan bahwa pada zaman dulu, orang tua lebih banyak memenuhi kebutuhan gizi anak dengan sayuran atau buah-buahan serta makanan tanpa pengawet.
Jauh berbeda dengan masa kini, di mana berbagai makanan banyak mengandung pengawet dan makanan cepat saji dapat mudah dibeli dalam hitungan detik.
"Sekarang karena lingkungan lebih jelek, coba kalau minta menu sayur di KFC ada enggak? Enggak ada, karena gaya hidup kita sekarang lebih kebaratan dan kita lebih cepat kena kanker. Jadi, sebagai contoh kanker usus besar dulu di bawah usia 40 tahun hanya 10 persen, sekarang sudah 30 persen," ungkapnya.
Badan kurang bergerak juga identik dengan kebiasaan masayarakat di masa kini. Padahal, kurang bergerak juga memicu seseorang lebih mudah terkena kanker.
Menurut Prof Aru, kebiasaan buruk ini terlihat dengan banyaknya orang yang suka naik kendaran termasuk memesan ojek daring dibandingkan dengan berjalan kaki.
Baca juga: Hubungan Seks Usia Dini Beresiko Kanker Leher Rahim
"Kita tahu bahwa faktor makanan saja sudah mengambil faktor risiko kira-kira 35 persen, rokok 30 persen. Kurang olahraga ambil tempat juga (berkontribusi), jadi memang dunia kita ini jaadi lebih mudah untuk kena kanker dibandingkan eyang-eyang kita dulu," ucapnya.
Ia lantas berpendapat juga bahwa keadaan sekarang diperburuk dengan adanya industri rokok yang lebih dominan dibandingkan dengan kesadaran masyarakat untuk mengenal kanker serta deteksi dininya secepat mungkin.
Ia menjelaskan perkembangan industri rokok yang pesat, tidak mudah untuk dikalahkan meski pemerintah dan media terus menggencarkan sosialiasi terkait kanker dan obat maupun teknologi yang tersedia semakin canggih.
Oleh karena itu, Prof Aru menekankan YKI akan terus membantu pemerintah dalam menyebarkan edukasi pada masyarakat terutama soal pentingnya melakukan deteksi dini.
Edukasi yang kuat dinilainya dapat mematahkan berbagai stigma masyarakat terhadap kanker.
“Contohnya belum semua wanita mau diperiksa oleh (dokter) laki-laki untuk pap smear. Ini tugas kami sebagai YKI menggandeng pemerintah. Akan semakin baik bila pemerintah mendukung program-program kami baik dari sisi fasilitas maupun pendanaan,” ujarnya.
Baca juga: Kasus Kanker Prostat Secara Global Berisiko Naik Dua Kali Lipat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.