Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sunardi Siswodiharjo
Food Engineer dan Praktisi Kebugaran

Food engineer; R&D manager–multinational food corporation (2009 – 2019); Pemerhati masalah nutrisi dan kesehatan.

Mendeteksi Anomali Konsumen Susu Pertumbuhan

Kompas.com - 30/06/2024, 09:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sementara itu, apabila merujuk pada data yang lebih baru, diketahui bahwa ukuran pasar susu formula bayi global bernilai 73,83 miliar dollar AS atau senilai Rp 1.126,28 triliun (kurs Rp 15.255 per dolar AS) pada tahun 2023.

Nilai ini diperkirakan akan terus tumbuh dari 81,72 miliar dollar AS pada 2024 menjadi 178,83 miliar dollar AS pada 2032, atau tumbuh rata-rata sebesar 10,28 persen per tahun selama periode perkiraan (Fortune Business Insights, 2024).

Di Indonesia, diperkirakan sepertiga dari total nilai bisnis susu sebesar 11,63 miliar dollar AS atau senilai Rp 177 triliun (kurs Rp 15.255 per dolar AS) adalah produk susu pertumbuhan atau GUM (Statista, 2024).

Riset oleh Sunardi et al. (2023), membuktikan bahwa meskipun terjadi tingkat perpindahan merek yang cukup tinggi (57 persen), namun dinamika loyalitas pelanggan yang tercermin dari dinamika market share produk GUM antara tahun 2011 dan tahun 2021 cukup stabil atau tidak banyak mengalami perubahan yang signifikan.

Secara empiris data penelitian menyebutkan pangsa pasar GUM di Indonesia didominasi oleh empat perusahaan besar saja, yaitu Nestlé, Danone, Frisian Flag, Kalbe-Morinaga.

Mereka menguasai hampir 90 persen pangsa pasar. Artinya perpindahan merek sebagian besar terjadi hanya di antara keempat merek tersebut.

Research Novelty dan temuan anomali

Riset yang dilakukan Mei hingga Oktober 2021 ini melibatkan 1.493 responden yang semuanya anggota Posyandu di empat kabupaten/kota di Pulau Jawa.

Penelitian menemukan sebanyak 1.029 responden atau hampir 80 persen dari total responden yang memiliki anak usia 1 hingga 3 tahun memberikan produk GUM kepada anak-anak mereka dengan beragam penyebab yang berbeda-beda.

Salah satu novelty atau kebaruan dari riset ini adalah mengukur tingkat perpindahan merek melalui pengukuran tingkat loyalitas pelanggan.

Pengukuran menggunakan pendekatan perspektif behavioral (stokastik) berbasis proporsi pembelian serta market share concept dan hard core criterion terhadap dua kelas sosial ekonomi, yaitu kelas menengah dan bawah, yang merupakan segmen mayoritas konsumen susu pertumbuhan di Indonesia.

Kebaruan yang lainnya adalah penggunaan dua alat analisis sekaligus berupa Partial Least Square – Structural Equation Modeling (PLS-SEM) dan Multi Group Analysis (MGA).

Selain itu, riset menggunakan definisi kelas sosial ekonomi menengah dan bawah yang didasarkan pada kriteria yang dikeluarkan oleh Boston Consulting Group (BCG) untuk Indonesia yang juga dijadikan rujukan oleh Bank Dunia (World Bank).

Setidaknya ditemukan dua anomali hasil penelitian di atas. Pertama, fakta ditemukannya fenomena price inelastic consumers.

Artinya sebagian besar responden, yang merupakan masyarakat konsumen GUM dari kelas menengah dan bawah, tidak sensitif terhadap harga.

Hal ini dibuktikan dengan 63 persen responden terpilih (memenuhi kriteria inklusif riset, yaitu konsumen yang pernah melakukan ganti merek susu setidaknya sekali), ternyata membeli produk GUM berkategori segmen mainstream, premium atau bahkan super premium.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau