Jadi, Siegel dan timnya melakukan pemindaian pencitraan resonansi magnetik fungsional pada relawan sebelum mereka mengonsumsi 25 miligram psilocybin.
Pemindaian lebih lanjut dilakukan segera setelah dosis diberikan dan 21 hari kemudian.
Sebagai perbandingan, subjek penelitian juga menerima dosis 40 miligram stimulan methylphenidate pada kesempatan terpisah, dengan serangkaian pemindaian serupa yang dilakukan.
Baca juga: Dampak Media Sosial bagi Kesehatan Mental Anak
Pemindaian tersebut dengan jelas menunjukkan gangguan signifikan pada konektivitas fungsional di seluruh korteks otak setelah dosis psilocybin.
Lebih dalam di otak, perubahan besar juga terlihat di sekelompok wilayah yang paling aktif saat kita terjaga, tetapi tidak sedang mengerjakan tugas, yang dikenal sebagai jaringan mode default (DMN).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang melibatkan tikus, para peneliti menduga gangguan yang meluas itu disebabkan oleh populasi sel saraf yang biasanya mengoordinasikan aktivitas mereka menjadi tidak sinkron, sehingga untuk sementara waktu pola unik yang memunculkan jati diri kita terhapus.
"Otak orang-orang yang diberi psilocybin tampak lebih mirip satu sama lain dibandingkan dengan diri mereka yang tidak mengonsumsi psilocybin," ujar ahli saraf dan penulis senior Nico Dosenbach.
"Individualitas mereka hilang sementara. Hal ini membuktikan, pada tingkat neurosains, apa yang dikatakan orang tentang hilangnya rasa jati diri mereka selama pemakaian," lanjutnya.
Baca juga: Kenali Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesehatan Mental
Yang menarik, memberikan para relawan instruksi untuk menyamakan pendengaran serta visual sederhana setelah dosis psilocybin diberikan saat mereka sedang dipindai tampaknya dapat mengurangi tingkat keparahan gangguan.
Pemindaian yang dilakukan tiga minggu setelah pengobatan psilocybin menunjukkan korteks sebagian besar telah kembali ke sinkronisasi sebelum dosis diberikan.
Namun, hipokampus anterior yang terlibat dalam berbagai proses kognitif yang melibatkan persepsi dan memori, terus menunjukkan perubahan fungsional yang persisten.
Penemuan tersebut menunjukkan bahwa menghubungkan apa yang kita ketahui tentang farmakologi psilocybin dengan pengetahuan tentang efeknya dalam kerangka neurologis dapat menunjukkan jalan ke arah perawatan yang meringankan depresi atau mengurangi stres pasca-trauma.
Setidaknya, ini juga berfungsi sebagai cara untuk memperingatkan terhadap penyalahgunaannya dalam situasi di mana gangguan dapat menimbulkan risiko yang signifikan.
Penelitian seperti ini diharapkan membawa kita selangkah lebih dekat untuk memahami hubungan yang menarik antara otak dan magic mushroom.
Baca juga: Apa Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.