Jika bakteri dormant bangun menjadi aktif dan berkembang biak, tuberkulosis laten akan berubah menjadi aktif.
Saat infeksi tuberkulosis menjadi aktif, maka orang tersebut bisa menulai penyakit ke orang lain melalui udara.
Baca juga: Menkes Ajak Masyarakat Skrining TBC Mandiri
Masalah lain yang menyebabkan tuberkulosis sulit dihentikan, sebagaimana dikatakan Prof Tjandra, adalah penderita TB sering kali tidak menghabiskan obatnya sesuai anjuran dokter.
"Obat tuberkulosis biasanya untuk dimakan enam bulan. Bisa juga dengan teknologi baru menjadi empat bulan. Tapi, tetap beberapa bulan umumnya. Katakanlah enam bulan rata-rata," ujarnya.
Namun, kata Prof Tjandra melanjutkan, "Makan obat sampai dua bulan biasanya gejala penyakit sudah hilang. Ini yang kemudian jadi masalah, orang berpikir kalau sakitnya sudah hilang, 'ngapain lagi makan obat'."
"Kalau dia tidak habiskan obat sesuai panduannya, maka kumannya tidak akan hilang, kumannya bisa kambuh lagi, dan membuat dia menjadi resisten," terang Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini.
Merujuk WHO, resisten terhadap banyak obat tuberkulosis (multidrug-resistant TB/MDR-TB) bisa terjadi ketika obat TB digunakan secara tidak tepat, melalui resep yang salah oleh penyedia layanan kesehatan, obat berkualitas buruk, atau pasien menghentikan pengobatan sebelum waktunya.
MDR-TB adalah bentuk TB yang disebabkan oleh bakteri yang tidak merespons isoniazid dan rifampisin, dua obat TB lini pertama yang paling efektif.
TB-MDR dapat diobati dan disembuhkan, tetapi bisa lebih sulit dan biasanya memerlukan penggunaan obat lain yang cenderung lebih mahal dan beracun.
Menurut data Global Tuberculosis Report (WHO 2023), Indonesia merupakan negara penyumbang beban penyakit tuberkulosis terbesar kedua di dunia setelah India.
Pada 2022, ada sebanyak 969.000 kasus baru dan sekitar 144.000 jumlah kematian akibat tuberkulosis dicatat di Indonesia.
Diperkirakan 25 persen kasus tuberkulosis tidak terdeteksi dan tidak terlaporkan.
Sementara dari 75 persen kasus tuberkulosis yang ditemukan, 24 persennya tidak menjalani pengobatan dengan tuntas.
"Jadi anjuran pertama bagi orang yang sudah didiagnosis tuberkulosis adalah makanlah obat sesuai dengan anjurannya. Jangan berhenti di tengah jalan, meski gejalanya hilang," ujar Prof Tjandra mengingatkan.
Baca juga: Berkaca dari Pandemi Covid-19, Menkes: Vaksin Cara Cepat Bebas TBC
Ia juga mengungkapkan bahwa untuk menghadapi tantangan dalam mengentaskan tuberkulosis, di Indonesia dan negara-negara di ASEAN lainnya, program AIDP dibentuk.