Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/11/2013, 15:06 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com-
Meski hanya menyisakan dua bulan lagi, Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi tetap optimis pemerintah dapat mengaksesi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) pada tahun ini.  Nafsiah mengisyaratkan, FCTC kemungkinan diratifikasi dalam bentuk Peraturan Presiden (perpres), bukan dalam bentuk undang-undang. Sejauh ini, aksesi FCTC masih mendapat hambatan dari 3 kementerian yakni Perindustrian, Perdagangan, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

"Mungkin kita akan ratifikasi dalam bentuk peraturan presiden (perpres), bukan dalam bentuk perundang-undangan. Dalam waktu 2 bulan perpres lebih memungkinkan dibanding UU," ujarnya dalam temu media yang digelar Jumat (1/11/2013) kemarin di Jakarta.

Walau paling memungkinkan, perpres memiliki kekuatan hukum yang lebih lemah dibanding UU. Pembuatan UU, kata Nafsiah, perlu proses lebih panjang dan lama dibanding perpres karena harus disetujui DPR dan seluruh menteri. Ini tidak mungkin dicapai karena masih adanya penolakan FCTC dari menteri dan anggota dewan.

Sedangkan perpres hanya butuh persetujuan menteri terkait, yang berada di bawah menteri koordinator (menko). Dalam penetapan perpres FCTC, menko yang terlibat adalah menteri koordinator kesejahteraan rakyat (menko kesra) dan menteri koordinator ekonomi dan industri (menko ekuin). Dua menko ini, kata Nafsiah, sudah menyetujui FCTC dalam bentuk perpres.

"Mungkin minggu depan akan diatur pertemuan antar menko dan kementrian di bawahnya, serta Kemenkes RI. Pada dasarnya mereka sudah setuju dan membolehkan ratifikasi FCTC dalam perpres," ujarnya.

Nafsiah mengatakan, dia beserta jajarannya sudah menjelaskan keuntungan ratifikasi FCTC. Ratifikasi ini tidak lantas membuat industri rokok kecil dan besar gulung tikar. Ratifikasi FCTC juga tidak lantas menyebabkan pemilik pabrik gulung tikar, atau terjadi PHK besar-besaran.

Namun jawaban tersebut belum dimengerti beberapa pihak yang menolak FCTC, seperti pengusaha, pekerja, dan petani tembakau. "Kita sudah jelaskan namun masih ada penolakan. Padahal pelaksanaan FCTC tidak lantas membuat pabrik atau petani bangkrut. Pelaksanaannya perlahan dengan tahap yang tidak mengikat, sesuai karakter negara," papar Nafsiah.

Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi FCTC. Sebagai anggota OKI, hanya Indonesia dan Somalia yang belum meratifikasi FCTC. Ini tentu memalukan, mengingat Indonesia adalah salah satu penggagas FCTC dan pemimpin global health.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com